Menurut Ketentuan KItab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UUA), bahwasanya yang dapat melakukan advokasi atau pembelaan atau bantuan hukum terhadap tersangka dan terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan adalah advokat.
Dalam hal pendampingan hukum di kepolisian peran advokat sangat penting dan bermanfaat. Hadirnya pengacara agar timbangan tersebut tidak berat sebelah sehingga apa yang disebut dengan keadilan bisa terwujud. Selain itu tujuan daripada peran pengacara pendampingan yakni memberi pengetahuan hukum kepada seseorang yang terjerat dalam masalah hukum karena memang ia tidak mengerti atau bahkan baru pertama kali berurusan dengan hukum, hal lainnya ialah untuk menjalankan dan memperjuangkan hak-hak orang yang dibela nya baik ia sebagai Tersangka, Pelapor, Terlapor maupun sebagai saksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia.
Hal tersebut termuat dalam hukum pidana diatur di dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berisi:
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”
Hak-hak yang dijamin oleh undang-undang seperti yang dijelaskan di atas ialah seperti misalnya sah atau tidaknya panggilan oleh pihak kepolisian, sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, dan penetapan tersangka, juga permintaan untuk mengadakan penangguhan penahanan, bahkan sampai pemeriksaan yang dilakukan oleh kepolisian. Di mana ketika seseorang memberikan Keterangan (dalam hal ini tersangka dan atau saksi) kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapa pun dan atau dalam bentuk apapun. (Pasal 117 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Di situlah tugas pengacara hadir sebagai penyeimbang hukum demi tegaknya hukum berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Dan perlu diketahui juga di dalam hukum acara pidana sifat pendampingan hukum pengacara dalam hukum pidana itu bersifat pasif, dan terbatas. Hal tersebut seperti yang dituangkan dalam Pasal 115 ayat 1 KUHAP, di mana isinya:
“Dalam hal penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap tersangka, penasihat hukum dapat mengikuti jalannya pemeriksaan dengan cara melihat serta-mendengar pemeriksaan”.
Dalam proses pendampingan hukum peran pengacara bersifat sifat pasif dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan. Namun peran pengacara tersebut tetap dibutuhkan sepertinhalnya penjelasan di atas. Dari segi psikologi atau keadaan mental juga sangat berpengaruh. Sehingga baik ia sebagai tersangka, Pelapor, Terlapor maupun sebagai saksi di kepolisian, ia lebih berani dalam menyatakan kebenaran yang dialami , dimiliki, dan diketahuinya.
(Tim Na/Rs)
Tinggalkan Balasan