Korelasi Antara Perlindungan Anak Dengan Sistem Peradilan Anak

Korelasi Antara Perlindungan Anak Dengan Sistem Peradilan Anak – Pengertian dan Istilah

Berbicara tentang sistem peradilan anak tentunya tidak terlepas dari perlindungan terhadap anak.

Terlebih dahulu disampaikan pengertian anak sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang  Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Berdasarkan pengertian anak sebagaimana telah disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa yang disebut dengan anak adalah sejak dalam kandungan sampai dengan usia di bawah 18 tahun yang tentunya juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan.

Perlindungan anak yang dimaksud menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang  Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Salah satu hak anak  yang merupakan perlindungan terhadap anak adalah perlindungan dalam bidang hukum. Sebagai seorang anak tentunya juga tidak terlepas dari perbuatan pidana atau pelanggaran hukum. Dalam hal perbuatan pidana atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak dalam sistem hukum Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

Sistem peradilan anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan  sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana. Untuk lebih jelasnya diatur juga mengenai pengertian anak yang berhadapan dengan hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana dan anak yang menjadi saksi tindak pidana (Pasal 1 angka 2 UU No. 11 Tahun 2012).

Sedangkan pengertian anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU No.11 Tahun 2012).

Proses penegakan hukum berdasarkan sistem peradilan anak dengan memperhatikan hak-hak anak lakukan dengan pendekatan yang disebut keadilan restoratif.

Keadilan Restoratif

Keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Pendekatan dengan menggunakan keadilan restoratif diwajibkan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, yang meliputi:

Penyidikan dan penuntutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SIstem Peradilan Anak.

Persidangan anak yang dilakukan oleh pengadilan dilingkungan peradilan umum.

Pembinaan, pembimbingan, pengawasan, dan/atau pendampingan selama proses pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah menjalani pidana atau tindakan.

Keadilan restoratif sebagaimana disebutkan dalam angka 1 dan 2 di atas, wajib dilakukan dengan upaya diversi.

Diversi

Diversi adalah pengalihan penyelesaikan perkara dari proses peradilan pidana ke proses diluar peradilan pidana, yang bertujuan:

Mencapai perdamaian antara korban dan anak.

Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan.

Menghindari anak dari perampasan kemerdekaan.

Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi.

Menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.

Diversi dapat dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana penjara di bawah tujuh tahun dan bukan merupkan pengulangan tindak pidana.

Proses diversi dilakukan melalui musyawarah  dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional dengan memperhatikan:

Kepentingan korban.

Kesejahteraan dan tanggung jawab anak.

Penghindaran stigma negatif.

Penghindaran pembalasan.

Keharmonisan masyarakat.

Kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Bagi aparat penegak hukum yakni penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam melakukan diversi harus mempertimbangkan: kategori tindak pidana; umur anak; hasil penelitian kemasyarakatan; dan dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.

Untuk kesepakatan diversi harus mendapatkan persetujuan dari korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya, kecuali untuk:

Tindak pidana yang berupa pelanggaran.

Tindak pidana ringan.

Tindak pidana tanpa korban.

Nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.

Pengecualian persetujuan kesepakatan diversi sebagaimana tersebut di atas dilakukan oleh penyidik bersama palaku dan/atau keluarganya, pembimbing kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh masyarakat. Kesepakatan diversi ini dilakukan oleh penyidik atas rekomendasi pembimbing kemasyarakatan dapat berbentuk:

Pengembalian kerugian dalam hal ada korban.

Rehabilitasi medis dan psikososial.

Penyerahan kembali kepada orang tua/wali.

Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LKPS) paling lama tiga bulan.

Pelayanan masyarakat paling lama tiga bulan.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun berkedudukan sebagai anak, saat anak melakukan dugaan tindak pidana tetap harus diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, hanya saja karena berkedudukan sebagai anak maka  proses penyelesaiannya dilakukan dengan memperhatikan hak-hak anak sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang  Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Categories:

Tinggalkan Balasan