Mengenal Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat
3 min readMengenal Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat – Tindak pidana mengenai pemalsuan surat diatur dalam BAB XII Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai berikut :
Pengertian
Pemalsuan berasal dari kata “palsu”, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung makna tidak tulen; tidak sah; lancung (tentang ijazah, surat keterangan, uang, dan sebagainya); tiruan (tentang gigi, kunci, dan sebagainya); gadungan (tentang polisi, tentara, wartawan, dan sebagainya); curang; tidak jujur (tentang permainan dan sebagainya); sumbang (tentang suara dan sebagainya);
Dengan ditambahkan awalan “pe” dan akhiran “an” pada kata dasar “palsu” menjadi kata “pemalsuan” mengandung makna bahwa proses atau cara dari kegiatan sebagaimana makna kata “palsu” sedang atau telah terjadi.
Unsur-Unsur Tindak Pidana Pemalsuan Surat
Mengenai unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat dalam tindak pidana umum ketentuan yang digunakan adalah Pasal 263 KUHP dan Pasal 266 KUHP.
Kedua pasal mengenai pemalsuan surat tersebut di atas mempunyai ancaman hukuman yang berbeda, karena secara subtansi unsur perbuatannya juga berbeda, yaitu:
Tindak pidana pemalsuan surat dengan ancaman hukuman 6 (enam) tahun.
Tindak Pidana pemalsuan surat dengan ancaman hukuman 8 (delapan) tahun.
Tindak Pidana Pemalsuan Surat dengan Ancaman Hukuman 6 (enam) Tahun
Tindak pidana pemalsuan surat dengan ancaman hukuman pidana selama 6 (enam) tahun diatur dalam ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa, “Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun”.
Berdasarkan bunyi ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP tersebut di atas, dapat dirumuskan unsur tindak pidana pemalsuan surat, yaitu:
Subjek Hukum
Subjek hukum dalam tindak pidana pemalsuan surat adalah “barangsiapa”, ini menunjuk kepada pelaku tindak pidana yang dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa terkecuali.
Perbuatan Pidana
Perbuat pidana yang dilakukan adalah membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan:
Hak.
Perikatan atau pembebasan hutang.
Diperuntukan sebagai bukti atas sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu.
Perbuatan pemalsuan surat tersebut menimbulkan kerugian.
Perbuatan pidana pemalsuan surat lainnya dengan ancaman pidana selamat 6 (enam) tahun adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHP yang menyebutkan bahwa, “Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”.
Unsur perbuatan pidana dari ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHP adalah:
Dilakukan dengan sengaja.
Menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan.
Menimbulkan kerugian.
Tindak Pidana Pemalsuan Surat dengan Ancaman Hukuman 7 (tujuh) Tahun
Tindak pidana pemalsuan surat dengan ancaman hukuman 7 (tujuh) tahun adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP yang menyebutkan bahwa, “Barangsiapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Bedasarkan bunyi ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP tersebut diatas, dapat dirumuskan unsur-unsur tindak pidana pemalsuan surat tersebut adalah sebagai berikut:
Subjek Hukum
Subjek hukum tindak pidana pemalsuan surat tersebut adalah “barangsiapa”, yang dimaknai sebagai pelaku tindak pidana pidana pemalsuan surat.
Perbuatan Pidana
Perbuata pidana yang dilakukan oleh pelaku adalah:
Menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai suatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu.
Dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenarannya.
Menimbulkan kerugian.
Perbuatan pidana pemalsuan surat lainnya yang diancam dengan hukuman 7 (tujuh) tahun adalah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 266 ayat (2) KUHP yang menyatakan bahwa, “Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian”.
Unsur perbuatan pidana dari ketentuan Pasal 266 ayat (2) KUHP tersebut adalah:
Barangsiapa dengan sengaja.
Memakai surat tersebut sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 266 ayat (1) KUHP yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak palsu.
Pemalsuan surat tersebut menimbulkan kerugian.
Berdasarkan uraian tersebut di atas mengenai dua pasal pemalsuan surat, dapat disimpulkan bahwa perbuatan pidana yang dilakukan walaupun sama-sama menyebutkan pemalsuan surat namun masing-masing mempunyai unsur perbuatan pidana yang berbeda, oleh karena itu ancaman hukumannya pun tidak sama.