Upaya Hukum yang Dapat Memberatkan Owner Arisan Online

upaya hukum yang dapat memberatkan owner arisan online – Kegiatan arisan lazim dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan ekonomi maupun silaturahmi, yaitu ,dengan cara mengumpulkan uang melalui peserta/anggota yang didasarkan kesepakatan bersama, sambil menunggu giliran siapa yang kebagian rezeki selanjutnya. Pada umumnya, arisan didasarkan pada kesepakatan/perjanjian seluruh peserta/anggota mengenai jumlah iuran, jangka waktu penarikan, jumlah anggota, dan mekanisme lain. Seiring makin berkembangnya pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) maka kegiatan arisan mulai memanfaatkan sarana tersebut, sehingga jangkauan kepesertaan (member) semakin luas, dengan jumlah uang yang semakin besar. Namun yang menjadi kekhawatiran adalah apakah semua peserta mendapatkan haknya sesuai kesepakatan awal, andaikata tidak bagaimana?, bagaimana dengan tanggung jawab pengurus/owner. Arisan online Kegiatan apapun tidak masalah menggunakan media sosial (medsos) termasuk kegiatan arisan yang Anda ikuti yang dilakukan secara online. Yang penting dilakukan dengan itikad baik, jujur, terbuka, bertanggung jawab dan tidak melanggar perjanjian dan ketentuan hukum yang berlaku, sehingga tidak merugikan peserta. Terkait arisan online, saat ini telah terdapat aturan yang mengatur kegiatan transaksi elektronik/online sebagaimana Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang merubah Undang-Undang No, 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selama ini, tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.” Walaupun UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE. Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 378 KUHP, sementara Pasal 28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Walaupun begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Dari sisi hukum, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, arisan diartikan sebagai kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya. Arisan Sebagai Perjanjian Menurut hemat kami, ketika peserta arisan telah sepakat untuk mengadakan suatu arisan dengan nilai uang atau barang tertentu dan dalam periode waktu tertentu maka sebenarnya di antara para peserta arisan telah terjadi suatu perjanjian, walaupun arisan dilakukan secara online. Arisan diakui sebagai perjanjian walaupun seringkali dilakukan berdasarkan kata sepakat dari para pesertanya tanpa dibuatkan suatu surat perjanjian. Karena, syarat sah suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) memang tidak mensyaratkan bahwa perjanjian harus dalam bentuk tertulis. Putusan Mahkamah Agung Perjanjian arisan tersebut akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pesertanya. Mahkamah Agung (“MA”) pernah menangani beberapa perkara terkait dengan pengurus arisan yang tidak membayarkan uang arisan kepada peserta arisan. Dalam salah satu putusan perkara menyangkut arisan yaitu Putusan Mahkamah Agung No. 2071 K/Pdt/2006, dalam pertimbangannya MA berpendapat bahwa: “Penggugat dengan para Tergugat ada hubungan arisan, Penggugat sebagai anggota/peserta, sedangkan para Tergugat sebagai Ketua/Pengurus, dan di dalam arisan tersebut telah disepakati bersama, dimana Penggugat sebagai peserta mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi yaitu membayar sejumlah uang sesuai dengan besarnya arisan dan banyaknya arisan yang diikuti dan jangka waktu yang telah ditentukan dan disepakati bersama, sedangkan para Tergugat selaku Ketua/Pengurus bertanggung jawab dan mempunyai kewajiban harus membayar kepada para peserta apabila peserta mendapatkan/motel arisan yang diikuti sesuai besar dan jumlah arisan yang diikuti.” Pada perkara ini, MA dalam putusannya menguatkan putusan pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang menyatakan bahwa “tergugat sebagai ketua/pengurus arisan telah melakukan perbuatan ingkar janji/wanprestasi karena tidak memenuhi kewajibannya yaitu membayarkan uang yang menjadi hak peserta arisan sesuai dengan yang telah disepakati”. Dari putusan tersebut dapat disimpulkan antara lain bahwa terdapat hubungan hukum antara peserta dengan pengurus dalam suatu arisan yang disepakati bersama. Hubungan arisan tersebut timbul karena perjanjian. Dari perjanjian itu muncul hak dan kewajiban. Maka pihak yang tidak memenuhi kewajibannya dapat digugat secara perdata atas dasar wanprestasi. Pada kasus sebagaimana yang termaksud di atas, dimana Owner yang diasumsikan sebagai ketua/pengurus/bandar arisan tidak melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan hak peserta lain yang seharusnya mendapat uang arisan kepada peserta yang mendapatkan arisan, padahal para peserta arisan telah menyerahkan uang arisan pada pengurus arisan. Alasan owner tidak membayar karena peserta (member) lain juga belum membayar. Padahal, sesuai perjanjian awal dengan para member bahwa owner penanggung jawab penuh. (bicara secara lisan/lwt medsos). Dan owner juga tidak melakukan upaya untuk menarik iuran arisan dari member yang lain yang sudah mendapat lebih dulu. Sehingga merugikan member yang sudah berbulan bulan belum dibayar. Dalam hal ini, maka member arisan yang merasa telah dirugikan dapat menggugat secara perdata pengurus/bandar/owner arisan yang tidak melaksanakan kewajibannya atas dasar wanprestasi. Namun, menurut hemat kami, mengenai tugas dan tanggung jawab dari seorang bandar atau pengurus arisan pada setiap kasus memang tidak dapat disamaratakan. Karena kebiasaan dan praktik arisan dapat berbeda satu dengan lainnya. Yang perlu diperhatikan adalah, apakah berdasarkan kebiasaan yang berjalan pada praktiknya pengurus/bandar/owner arisan juga bertugas untuk mengelola dana arisan, ataukah hanya memfasilitasi kegiatan arisan tersebut. Untuk itu, karena arisan merupakan perjanjian yang akan menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pesertanya yang diurus oleh seseorang sebagai pengurus/bandar/owner yang bertanggung jawab penuh. Sebagaimana di sebutkan sesuai perjanjian awal dengan para member bahwa owner penanggung jawab penuh. (bicara secara lisan/lwt medsos), maka dapat dikatakan owner tersebut melakukan ingkar janji (wanprestasi). Sehingga merupakan alasan bagi member/peserta arisan untuk mengambil tindakan hukum, misalnya menggugat. beberapa pertanyaan yang sering timbul dari member/peserta arisan bila ingin menggugat owner arisan adalah sebagai berikut :
1. Pasal apa yang dapat memberatkan owner arisan online ? Yang menjadi dasar hukum adalah adanya ingkar janji (“wanprestasi”) dari pengurus/owner. Wanprestasi diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”). Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan atau kelalaian. Mengenai, Wanprestasi dalam ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata, Debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan. Setelah diketahui ada Wanprestasi, kemudian dilakukan somasi. Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor/penggugat atau juru sita. Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditor/penggugat berhak membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan, apakah debitor/tergugat wanprestasi atau tidak. Somasi adalah teguran dari si berpiutang/penggugat (kreditor) kepada si berutang/tergugat (debitor) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah disepakati antara keduanya. Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata. Bagaimana jika ada unsur tipu muslihat/penipuan dalam Arisan online tersebut. Maka berdasar uraian tersebut pengurus/owner dapat dikenakan dipidana berdasarkan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang penipuan, dan Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE, maka kewenangan tersebut ada pada penegak hukum. Semua itu tergantung pihak penyidik apakah dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
2. Adakah kalau di adukan ke polisi berkekuatan hukum perdata atau pidana? Setelah member/peserta arisan membuat laporan ke Polisi maka akan diproses lebih lanjut sesuai peraturan yang berlaku terkait kasus tersebut. Bisa saja setelah diproses oleh polisi kemudian masuk Penuntutan dan Pengadilan, maka kasus tersebut menghasilkan putusan berkekuatan hukum pidana dan perdata.
3. Dan apabila owner dijerat, apakah uang member/peserta arisan bisa kembali ? Setelah pelaku dijerat, apakah uang member/peserta arisan bisa kembali? Hal tersebut tergantung putusan Pengadilan, dan apakah harta kekayaan si pelaku masih mencukupi untuk membayar ganti kerugian para anggota arisan yang dirugikan.
4. Apakah hukum berhak menyita aset-aset miliknya ? Setelah diketahui dari arisan online tersebut Pengadilan menentukan adanya wanpretasi dan penipuan. Maka Pengadilan dalam putusannya akan memerintahkan tindakan penyitaan atas aset tersebut. Berdasarkan Pasal 38 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), yang menentukan: (1) Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat. (2) Dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. Pasal 39 (1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah: a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dan tindak pidana atau sebagai hasil dan tindak pidana; b. benda yang telah dipergunakan secara Iangsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana; d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. (2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1).

Categories:

Tinggalkan Balasan