Asas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman – Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman harus berpedoman pada asas-asas hukum sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 – Pasal 17 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Penulis mengelompokan asas-asas tersebut berdasarkan instrument dalam penegakkan hukum, untuk memudahkan pemahaman, yaitu:
Lembaga Peradilan
Hakim
Pengadilan
Subjek Hukum
Putusan
Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut:
Lembaga Peradilan
Peradilan dilakukan, “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang.
Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Hakim
Dalam menjalan tugasnya dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.
Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Hakim dan hakim konstitusi harus memilki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum.
Hakim dan hakim konstitusi wajib menaati kode etik dan pedoman prilaku hakim.
Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.
Hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.
Dalam perkara pidana wajib hadir seorang penuntut umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ke tiga, atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera.
Ketua majelis, hakim anggota, jaksa, atau panitera wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang berpekara.
Pengadilan
Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.
Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi hambatan dan rintangan untuk dapat tercapinya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan mengadilinya. Ketentuan ini tidak menutup usaha penyelesaian perkaran perdata secara perdamaian.
Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dengan susunan majelis sekurang-kurangnya tiga orang hakim, kecuali undang-undang menentukan lain. Susunan hakim tersebut terdiri dari satu orang hakim ketua dan dua orang hakim anggota.
Pengadilan memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dengan kehadiran terdakwa, kecuali undang-undang menentukan lain.
Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain.
Pengadilan wajib memberi bantuan yang diminta untuk kepentingan peradilan.
Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali dalam keadaan tertentu menurut keputusan Ketua Mahkamah Agung perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungn peradilan militer.
Subjek Hukum
Tidak seorang pun dapat di hadapkan di depan pengadilan kecuali undang-undang menentukan lain.
Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.
Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan,
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi.
Pihak yang diadili berhak ingkar terhadap hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar adalah hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili.
Putusan
Dalam hal terdakwa tidak hadir, sedangkan pemeriksaan dinyatakan telah selesai, putusan dapat diucapkan tanpa dihadiri terdakwa.
Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum, jika tidak demikian maka putusan batal demi hukum.
Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
Keputusan dinyatakan tidak sah apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan di atas, dan perkara diperiksa kembali dengan susunan majelis hakim yang berbeda.
Asas-asas sebagaimana tersebut diatas merupakan pedoman dalam memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Tinggalkan Balasan