Langkah-Langkah Penyusunan Sebuah Undang-Undang

Langkah-Langkah Penyusunan Sebuah Undang-Undang – Undang-undang dalam proses penyusunannya merupakan kewenangan dewan perwakilan rakyat dan presiden. Sebelum disahkan menjadi sebuah undang-undang biasanya disebut dengan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Langkah Penyusunan Undang-Undang

Rancangan undang-undang sesuai dengan kewenangannya, dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau dapat juga berasal dari presiden. Rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat berasal dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Namun begitu darimanapun rancangan undang-undang tersebut berasal, tetap harus disertai dengan naskah akademik. Hal ini jelas disebutkan dalam ketentuan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Ketentuan mengenai keharusan disertai naskah akademik tidak berlaku terhadap rancangan undang-undang yang berisikan tentang:

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.

Pencabutan undang-undang atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Pengecualian sebagaimana tersebut di atas diatur dalam ketentuan Pasal 43 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan namun harus disertai dengan keterangan pokok pikiran dan materi muatan yang diatur.

Penyusunan undang-undang sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 43 – Pasal 51 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Disertai dengan naskah akademik.

Disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Diajukan oleh pihak yang berkepentingan.

Naskah Akademik

Apa yang dimaksud dengan naskah Akdemis?

Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang dimaksud dengan naskah akademis adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, rancangan peraturan daerah kabupaten/kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.

Penyusunan naskah akedemik tentunya dilakukan dengan tata cara tertentu, hal ini dapat dilihat dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang mengatur mengenai teknik penyusunan naskah akademik.

Program Legislasi Nasional

Selain disertai dengan naskah akademik, rancangan undang-undang juga disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Untuk menyamakan persepsi, maka terlebih dahulu kita mengacu pada pengertian Prolegnas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa Prolegnas adalah instrument perencanaan program pembentukan undang-undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

Jadi semua undang-undang yang akan ditetapkan terlebih dahulu sudah berdasarkan Prolegnas atau dengan kata lain sudah terencana dengan baik, kemudian baru dilakukan penetapan.

Pihak Berkepentingan

Pihak berkentingan maksudnya adalah pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangan undang-undang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pihak yang mempunyai kewenangan tersebut adalah:

Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden.

Dewan Perwakilan Daerah.

Dewan Perwakilan Rakyat

Sesuai dengan kewenangannya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mengajukan rancangan undang-undang. Usulan mengenai rancangan undang-undang ini dapat diajukan oleh:

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Komisi.

Gabungan komisi, atau

Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang khusus menangani bidang legislasi atau Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Untuk selanjutnya usulan rancangan undang-undang tersebut akan dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang khusus menangani bidang legislasi.

Rancangan undang-undang dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disampaikan dengan surat surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada presiden, untuk kemudian presiden menugaskan menteri yang mewakili dalam pembahasan rancangan undang-undang tersebut bersam-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh hari) hari terhitung sejak surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diterima.

Presiden

Presiden juga mempunyai kewenangan untuk mengajukan rancangan undang-undang, dimana rancangan undang-undang tersebut dipersiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian yang sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya dengan membentuk panitia antar kementerian dan antar nonkementerian.

Dalam hal pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang tersebut dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

Rancangan undang-undang dari presiden diajukan dengan surat presiden kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Surat tersebut memuat tentang penunjukan menteri yang ditugasi untuk mewakili presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang bersama DPR.

Pembahasan rancangan undang-undang dilakukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh hari) sejak surat presiden diterima.

Dewan Perwakilan Daerah

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan disebutkan juga bahwa Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mempunyai kewenangan untuk mengusulkan rancangan undang-undang.

Rancangan undang-undang yang dapat diusulkan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD) adalah yang berkaitan dengan:

Otonomi daerah.

Hubungan pusat dan daerah.

Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah.

Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Usulan rancangan undang-undang dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) disampaikan secara tertulis oleh pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan sertai naskah akademik, untuk kemudian diteruskan oleh pimpinan DPR kepada alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang khusus menangani bidang legislasi agar dilakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang.

Alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang dapat mengundang alat kelengkapan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mempunyai tugas di bidang perancangan undang-undang untuk membahas usul rancangan undang-undang. Selanjutnya hasil pembahasan tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kemudian diumumkan dalam rapat paripurna.

Sebagai catatan apabila dalam satu masa sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sementara itu rancangan undang-undang yang disampaikan oleh presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan, demikian disebutkan dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Categories:

Tinggalkan Balasan