Pemenuhan Hak Kesehatan Anak terhadap Pangan Jajanan di Sekolah – Di sekitar lingkungan sekolah sering kita jumpai beraneka ragam pangan jajanan dengan rasa yang enak, beraneka warna dan bentuk yang menarik, serta harga yang terjangkau. Jajanan tersebut perlu kita waspadai karena belum tentu aman dikonsumsi, seperti dialami oleh 117 siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cigantang 1 dan 2, Kecamatan Mangkubumi, Tasikmalaya, Jawa Barat, mereka menderita keracunan setelah mengonsumsi sosis dan nugget goreng dengan campuran saus (Media Indonesia, 6 Februari 2015). Pangan jajanan merupakan makanan atau minuman yang dapat langsung dikonsumsi yang dibeli dari penjual makanan, baik yang diproduksi oleh penjual tersebut atau yang diproduksi orang lain, tanpa diolah lagi (Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar, Kementerian Kesehatan, 2011).
Dampak Pangan Jajanan terhadap Kesehatan Anak
Pangan jajanan di satu sisi bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas di sekolah yang tinggi dan pengenalan berbagai jenis makanan jajanan untuk menumbuhkan penganekaragaman pangan sejak kecil (Khomsan, 2003), tetapi di sisi lain dapat menjadi sumber masalah kesehatan, apabila diproduksi, disimpan, dan didistribusikan tidak sesuai dengan standar keamanan pangan. Hasil uji Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada Januari – Agustus 2014 menyebutkan bahwa hampir sepertiga jajanan anak sekolah di 23.500 Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Indonesia tercemar mikroba berbahaya, selain itu juga ditemukan penggunaan bahan berbahaya dan bahan tambahan pangan yang tidak memenuhi syarat (Kompas, 31 Januari 2015). Risiko mengonsumsi pangan yang tidak aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan berupa pusing, mual-muntah, keram perut, dan diare. Menurut Srikandi dalam Marlina (2003) masalah makanan jajanan umumnya terjadi karena pengolahan dan penyajiannya yang tidak higienis.
Peraturan yang Berkaitan dengan Kesehatan Anak
Dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan anak, kepentingan yang terbaik bagi anak yang menjadi pertimbangan dasarnya. Hak atas kesehatan anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan Pemerintah. Pasal 28B UUD NRI 1945 antara lain mengatur bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang. Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara sehat, salah satunya terpenuhinya kebutuhan pangan bergizi dan bebas cemaran, baik cemaran biologis (misalnya Salmonella pada kulit telur yang kotor dan E.coli O157-H7 pada sayuran mentah), cemaran kimia (misalnya penyalahgunaan bahan berbahaya yang dilarang untuk pangan seperti formalin, rhodamin B, boraks), maupun cemaran fisik (misalnya rambut, pasir, pecahan kaca, atau isi staples). Selain berbagai cemaran tersebut, pangan juga dapat menjadi tidak aman karena kondisi bahan baku, bahan tambahan, dan peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan tidak memenuhi persyaratan kesehatan (Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar, Kementerian Kesehatan, 2011). Saat ini terdapat beberapa peraturan perundang-undangan dan kebijakan untuk melindungi kesehatan anak, antara lain, Pertama, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dalam Pasal 79 mengatur mengenai kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Makna sehat, tidak hanya keadaan sehat secara fisik saja, tetapi juga mental, spritual maupun sosialnya. Selanjutnya dalam Pasal 141 mengatur bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat bersama- sama menjamin tersedianya bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi secara merata dan terjangkau. Bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi dapat memberikan kontribusi energi yang berguna untuk pertumbuhan anak. Selanjutnya, untuk melindungai anak sekolah dari pangan jajajan yang tidak sehat, Kementerian Kesehatan menetapkan Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar sebagai panduan dalam meningkatkan wawasan dalam membina dan mengawasi makanan dan minuman jajanan atau di kantin sekolah. Kedua, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam Pasal 45 antara lain mengatur mengenai tanggung jawab orang tua dan keluarga untuk menjaga kesehatan anak. Pada saat anak memasuki usia sekolah, mereka belum memiliki pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana mengenali makanan dan minuman yang bersih dan sehat, sehingga peran orang tua dan keluarga untuk mengawasi pangan yang dikonsumsi anak merupakan keniscayaan. Ketiga, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional, antara lain untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, dan berilmu. Salah satu upaya untuk mewujudkan peserta didik yang sehat, ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dalam Pasal 42 ayat (2) mengatur mengenai setiap satuan pendidikan, antara lain wajib memiliki ruang kantin. Keberadaan kantin sehat di sekolah mempunyai peranan penting dalam penyediaan pangan yang aman dan sehat. Kemudian, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 57 Tahun 2009 tentang Pemberian Bantuan Pengembangan Sekolah Sehat. Tujuan pemberian bantuan untuk mewujudkan sekolah sehat dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan nasional untuk perkembangan, pengembangan, dan pembangunan berkelanjutan. Bentuk bantuan yang diberikan oleh Pemerintah berupa hibah, antara lain penataan sarana prasarana “kantin sehat”. Persyaratan kantin sehat, antara lain tersedianya makanan dan minuman sehat, bergizi, pengolahannya higienis, dan mempunyai sanitasi yang baik, dan menggunakan bahan makanan dan minuman yang aman untuk dikonsumsi. Keempat, Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Tujuan penyelenggaraan pangan yaitu mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, terutama masyarakat yang paling mudah mengalami gangguan kesehatan atau kekurangan gizi. Kelompok masyarakat tersebut, di antaranya adalah anak usia sekolah dan remaja. Anak usia sekolah sangat rentan terhadap serangan penyakit, seperti campak, difteri tetanus, kekurangan gizi, dan penyakit cacing yang diakibatkan oleh lemahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di masyarakat dan sekolah. Selanjutnya dalam Pasal 111 mengatur mengenai makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan dan menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusiannya. Untuk menegakkan ketentuan tersebut terdapat sanksi administratif bagi setiap orang yang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau peredaran pangan yang tidak memenuhi sanitasi dan jaminan keamanan pangan dan/atau keselamatan manusia, berupa denda, penghentian sementara kegiatan, produksi, dan/atau peredaran, penarikan pangan dari peredaran oleh produsen, ganti rugi, dan/atau pencabutan izin. Selanjutnya ketentuan mengenai keamanan, mutu, dan gizi pangan ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004, mengatur mengenai aspek keamanan pangan yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha dalam memproduksi pangan olahan yang baik dan pangan siap saji, antara lain dengan mencegah tercemarnya pangan olahan dan pangan siap saji oleh cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan.
Upaya Pemenuhan Hak Kesehatan Anak terhadap Pangan Jajanan di Sekolah
Setiap anak berhak memperoleh pangan yang aman, bermutu, dan bergizi. Pemenuhan hak tersebut dapat terwujud dengan dukungan pemangku kepentingan secara terpadu dan lintas sektor. Pemangku kepentingan tersebut, antara lain Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kementerian Agama, dengan menyusun kebijakan untuk menyisipkan materi mengenai pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan dalam kurikulum dengan tujuan untuk pengenalan atau penambahan pengetahuan peserta didik terhadap pangan jajanan yang aman dikonsumsi, mengingat saat ini masih banyak pangan yang tercemar mikroba dan penggunaan bahan yang berbahaya. Selain itu, Kementerian Kesehatan juga perlu menyusun Pedomanan Keamanan Pangan tidak hanya ditujukan untuk Sekolah Dasar saja tetapi juga Madrasah Ibtidaiyah, atau bentuk pendidikan lain yang sederajat, serta untuk program Pendidikan Menengah supaya kegiatannya bisa berkelanjutan. Selanjutnya Kementerian Kesehatan melalui Pemerintah Daerah (Dinas Kesehatan) meningkatkan koordinasi dengan Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah serta Kantor Wilayah Kementerian Agama, melakukan sosialisasi Pedoman Keamanan Pangan tersebut dan perlunya memberikan edukasi mengenai gizi dan keamanan pangan untuk menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya menjaga kebersihan dan kesehatan pangan jajanan yang ditujukan kepada peserta didik, pengelola kantin sekolah, guru, dan wali murid. Lebih khusus terhadap penjual jajanan, harus diberikan sosialisasi dan pelatihan teknis dalam membuat dan menyajikan jajanan pangan yang sehat dan aman. Selain itu, diperlukan pula langkah segera, khususnya di seluruh institusi pendidikan dasar untuk segera melaksanakan Pedoman Keamanan Pangan di Sekolah Dasar yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan pada 2011. Upaya lain, yang perlu dilakukan, yaitu peran Balai/Pos POM untuk aktif melakukan pengawasan terhadap pangan jajanan anak yang dijual di lingkungan sekolah, karena sekolah memiliki peran penting dalam pencapaian kesehatan siswa sekolah, di mana peran tersebut telah diakui dan didorong oleh World Health Organization pada 2008 melalui pencanangan Konsep Sekolah Sehat melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kesehatan di sekolah. Selanjutnya, diperlukan juga kerjasama lembaga pendidikan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dunia usaha, misalnya dengan membuat kantin sekolah sehat. Yang utama, peran orang tua untuk mengawasi, mengarahkan, dan memberikan pemahaman terhadap anak dalam memilih pangan jajanan yang sehat dan bergizi, membiasakan anak sarapan di rumah, serta memberikan bekal sekolah dengan makanan yang aman dan bergizi agar anak tidak jajan sembarangan. Dengan demikian, untuk mewujudkan hak kesehatan anak dalam memperoleh jajanan pangan yang aman dan bergizi diperlukan koordinasi atau kerja sama pemangku kepentingan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selain itu, dibutuhkan penegakan peraturan perundang-undangan terkait kesehatan anak demi terwujudnya anak yang sehat, cerdas, dan berkualitas sebagaimana diamanatkan dalam UU Kesehatan.
Tinggalkan Balasan