Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan
7 min readPelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan – A. Latar Belakang
Keberadaan bank sentral dalam sistem keuangan suatu negara tidak dapat dipisahkan. Sebagai hubungan kausalitas, sistem keuangan yang terus berkembang secara dinamis turut dibarengi dengan perkembangan kelembagaan bank sentral. Hal ini tidak terlepas dari faktor tuntutan pembangunan ekonomi domestik suatu negara dan perubahan struktur keuangan global. Dinamika keuangan global tersebut tercermin dari kedudukan bank sentral yang secara struktural sebagai bagian dari pemerintah, menjadi lembaga publik yang independen. Dari fungsi awalnya sebagai issuing bank (bank sirkulasi), kemudian juga berfungsi sebagai otoritas moneter, pemelihara kelancaran sistem pembayaran, regulator dan pengawas perbankan, hingga berperan dalam menciptakan dan memelihara kestabilan sistem keuangan.
Lahirnya Bank Indonesia sebagai bank sentral dengan berbagai bentuk fungsi dan tugas yang demikian kompleks tidak terlepas daripada tujuan pembangunan nasional yaitu dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pembangunan nasional Indonesia sejatinya diarahkan pada terciptanya manusia Indonesia yang berdaya guna dan bersaing guna, terutama dalam menghadapi perubahan ekonomi global yang sedemikian cepat menuntut terciptanya suatu sistem perekonomian nasional yang dapat menjamin keselarasan, kemandirian serta keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Dilatarbelakangi beberapa pandangan tujuan pembangunan nasional tersebut, dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dirumuskan mengenai keberadaan bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensi diatur dengan undangundang.
Peranan dari Bank Indonesia cukup signifikan dalam mengontorol stabilitas ekonomi. Sebagai contoh krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1998 dan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 yang turut pula menghantam stabilitas perekonomian Indonesia menuntut Bank Indonesia untuk dapat bekerja cepat mengendalikan inflasi pada tingkat yang rendah, menciptakan stabilitas harga atas barang dan jasa, mengendalikan volatilitas nilai tukar rupiah, serta menciptakan stabilitas kondusif bagi lembaga keuangan. Berkaca dari contoh nyata yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi baik nasional maupun global maka dipandang perlu untuk menguatkan stabilitas sistem keuangan yang melibatkan lintas sektoral badan maupun lembaga negara. Posisi Bank Indonesia dalam stabilitas sistem keuangan tentunya tidak terlepas dari fungsinya sebagai lender of the last resort (penyedia dana atau fasilitas pinjaman bagi bank) bagi lembaga keuangan perbankan yang turut andil dalam sistem keuangan baik skala makro maupun mikro sehingga menuntut Bank Indonesia untuk aktif turut serta dalam menjaga stabilitas sistem keuangan bersama dengan stakeholder lainnya.
B. Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan
1. Bank Indonesia Sebagai Lender of The Last Resort
Pasal 7 jo. Pasal 8 UndangUndang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 (UU Bank Indonesia) menegaskan tugas Bank Indonesia yang salah satunya adalah mengatur dan mengawasi bank. Perbankan sebagai ujung tombak perekonomian nasional memiliki posisi yang strategis dalam arus pasar uang. Kenyataannya tugas yang mendegasikan Bank Indonesia sebagai lender of the last resort tidak lagi merupakan tugas yang bulat berada pada Bank Indonesia. Lahirnya UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK) merubah struktur pengawasan dan pengaturan lembaga Perbankan di Indonesia. Terbentuknya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan dampak terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan Bank Indonesia. Di satu sisi
OJK mengontrol wilayah mikroprudensial dan di lain hal Bank Indonesia mengontrol wilayah makroprudensial. Keadaan demikian menuntut pola koordinasi antara Bank Indonesia dengan OJK terutama terkait aspek kehati-hatian, kelembagaan, dan kesehatan bank serta pemeriksaan bank khususnya dalam pemberian fasilitas lender of the last resort yang diberikan oleh Bank Indonesia.
Secara tradisional, tugas utama bank sentral adalah dibidang kebijakan moneter,dimana dalam pelaksanaanya juga meliputi penyediaan bantuan likuiditas kepada sektor keuangan yang dikenal dengan lender of the last resort. Menurut Freixas, lender of the last resort adalah suatu bentuk diskresi dari bank sentral untuk merespon kondisi shock karena adanya peningkatan pemintaan likuiditas yang abnormal yang tidak bisa dipenuhi oleh sumber lain di pasar (Financial Stabilitas Review:2008). Kesulitan likuiditas dimaksud adalah berjangka pendek dimana institusi perbankan tidak bisa memperoleh likuiditas dengan normal dan harga yang wajar. Dalam perkembangannya, lender of the last resort juga berfungsi untuk menghindarkan krisis keuangan yang sistemik. Mengingat risiko sistemik yang terjadi di perbankan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap perekonomian, maka terdapat konsensus bahwa perlu diciptakan mekanisme untuk mencegah terjadinya krisis.
Mekanisme pemberian likuiditas keuangan jangka pendek oleh Bank Indonesia kepada institusi perbankan dilakukan dengan mempertimbangkan sejauh mana risiko yang ditimbulkan dari kegagalan pemberian kredit di pasar keuangan oleh bank atau yang dikenal dengan istilah market failure. Kegagalan pemberian kredit ini dapat diukur dari kondisi shock arus kredit baik makro maupun mikro dikarenakan adanya permintaan likuiditas yang abnormal dan tidak dapat dipenuhi oleh sumber lain di pasar. Dalam hal gejala market failure ini cenderung menunjukkan trend pergerakan ke arah negatif, maka Bank Indonesia wajib mengambil tindakan berbentuk diskresi guna mengontrol stabilitas pasar uang dengan jalan memberikan bantuan likuiditas jangka pendek bagi bank untuk menutupi liquidity mismatch yang mengakibatkan instabilitas sistem keuangan.
Secara terperinci kondisi bank yang menunjukan gejala market failure sehingga memerlukan bantuan lender of the last resort dari Bank Indonesia dapat dikelompokan kedalam 4 (empat) hal, yaitu:
a. Bank mengalami kegagalan penempatan dana bank pada asset yang berjangka waktu panjang yang dibiayai oleh dana nasabah yang berjangka waktu pendek;
b. Kondisi bank yang pada umumnya rentan mengalami
bank run;
c. Asset bank yang umumnya tidak dapat dicairkan dalam tempo yang singkat dengan harga yang normal;
d. Keadaan dimana pasar berada dalam kondisi tertekan dan tidak berjalan norml baik karena suatu efek ekonomi nasional maupun global sehingga peserta interbank market menurunkan jumlah likuiditas dengan rate yang lebih tinggi;
Kondisi sebagaimana disebutkan di atas memerlukan penanganan segera dari Bank Indonesia sebagai bank sentral yang memiliki kebijakan dalam sistem keuangan. Pemberian kebijakan lender of the last resort dilakukan dengan tujuan untuk mencegah efek domino dari jatuhnya institusi perbankan dikarenakan permasalahan likuiditas.
Dikatakan di awal pembagian pengaturan dan pengawasan bank dilakukan terhadap dua aspek, baik secara makroprudensial oleh Bank Indonesia maupun mikroprudensial oleh OJK. Hal ini tentunya dapat menimbulkan beberapa persoalan. Kendala yang paling fundamental terletak pada arus informasi mengenai perbankan, khususnya kondisi kesehatan tiap-tiap bank. Walaupun Bank Indonesia dapat melakukan kebijakan pemeriksaan dan surveillance kepada tiap-tiap bank untuk menentukan tingkat kesehatan bank, disisi lain OJK juga memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memantau aktifitas dari bank. Kebingunngan yang disebabkan pemisahan makroprudensial dan mikroprudensial ini sayangnya belum terjawab secara eksplisit dalam peraturan perundangan yang berlaku. Kondisi ini menuntut perbaikan formulasi perundangan secara cepat, tepat dan efisien dalam rangka mengurangi risiko sistemik yang dapat muncul dikemudian hari yang diakibatkan gejala market failure bank.
2. Fungsi Lender of The Las Resort
Dalam Stabilitas Sistem Keuangan
Terciptanya stabilitas sistem keuangan menuntut peran serta dari lintas sektor pemegang kebijakan fiskal yang ada di Indonesia. Kondisi saat ini stabilitas sistem keuangan berada dibawah pola kordinasi kementerian keuangan melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) yang terdiri dari (Kementerian
Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan). Setiap lembaga yang tergabung dalam FKSSK memiliki tugas dan wewenang masing-masing dalam menjaga sistem keuangan agar dapat berjalan dengan baik. FKSSK dalam mengendalikan kondisi perekonomian Indonesia dapat pula mengeluarkan paket kebijakan seperti diskon pajak bunga deposito hasil ekspor, pembatasan debt to equity ratio, pengurangan pajak berganda terhaadap instrument keuangan dan sebagainya.
Sebagai bagian dari FKSSK, Bank Indonesia turut memiliki posisi pengendali yang cukup strategis. Dikatakan di awal bahwa BI sebagai pengawas kebijakan perbankan dari aspek makroprudensial memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring
Dengan adanya mandat untuk melaksanakan fungsi lender of the last resort sebagaimana dalam Pasal 10 dan Pasal 11 serta Penjelasan Umum Undang-Undang Bank Indonesia, Bank Indonesia menyediakan beberapa fasilitas likuiditas yang diberikan kepada bank. Beberapa fasilitas tersebut memiliki karakteristik yang berbeda sesuai dengan tujuan pemberian fasilitas tersebut. Dengan melihat karakteristik masing-masing, fasilitas di Bank Indonesia bersifat conventional antara lain Lending Facility dan FPJP, yang secara umum memiliki fitur:
a. Diberikan dalam rangka mengatasi mismatch likuiditas jangka pendek (FPJP), dan dalam kerangka operasi moneter (LF);
b. Dijamin dengan agunan berkualitas tinggi;
c. Dikenakan penalty rate;
Secara umum, berdasarkan mekanisme fasilitas, lender of the last resort di Indonesia ditujukan hanya kepada bank, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah, wajib dijamin dengan agunan (securities berupa SBI dan SUN; dan/atau agunan kredit sepanjang bukan kredit konsumsi kecuali KPR), jangka waktu pemberian fasilitas hingga 12 bulan (untuk Lending Facility). Berdasarkan urgensi dari pemberian kebijakan lender of the last resort diketahui bahwa fungsi dari fasilitas kebijakan ini adalah untuk mencegah dampak sistemik dari kegagalan pengelolaan kredit bank baik makro maupun mikro terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian Indonesia
C. Kesimpulan
Paska beralihnya pengaturan dan pengawasan bank di bidang mikroprudensial dari Bank Indonesia ke OJK, terdapat urgensi untuk mengubah peran konvensional Bank Indonesia sebagai otoritas lender of the last resort sebagaimana implementasi beberapa bank sentral di dunia pada krisis tahun 2007-2008. Hal ini mengingat Bank Indonesia tidak lagi memiliki view secara spesifik atas kondisi keuangan, khususnya kondisi likuiditas individual bank. Namun demikian, dengan peran baru di bidang makroprudesial termasuk perbankan, Bank Indonesia memiliki peran dalam penanganan kondisi stabilitas sistim keuangan tidak normal dan penanganan kesulitan likuiditas lembaga keuangan yang berdampak sistemik. Kedepannya perlu dilakukan pembaharuan kebijakan perundangan yang mengatur tentang Bank Indonesia secara menyeluruh, tentunya dengan mengedepankan sinkronisasi dan harmonisasi dari beberapa kebijakan yang telah ada sebelumnya agar tidak terjadi tumpang tindih.