Saatnya Undang-Undang Wabah Baru

Saatnya Undang-Undang Wabah Baru – Regulasi terkait wabah penyakit menular di Indonesia menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat karena permasalahan kepastian hukum dan efektivitas pelaksanaannya. Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (selanjutnya disebut Undang-Undang Wabah) sudah tidak relevan diberlakukan dalam konteks kekinian. Berikut catatan evaluasi.

Pertama, istilah yang berpotensi menimbulkan multi tafsir dan disharmoni. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (selanjutnya disebut PP Penanggulangan Wabah Penyakit Menular) sebagai peraturan pelaksana dari Undang-Undang Wabah mengatur hal lain selain wabah, yaitu Kejadian Luar Biasa (KLB). Dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “Kejadian Luar Biasa” (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara   epidemiologi   pada   suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Rumusan tersebut menimbulkan pertanyaan, apakah kondisi wabah selalu diawali dengan  Kejadian Luar Biasa terlebih dahulu? Bagaimana mekanisme penetapan statusnya? Peraturan Pemerintah ini tidak mengatur lebih lanjut. Persoalan berikutnya, tidak ada pengaturan yang jelas mengenai batasan kriteria yang membedakan suatu keadaan disebut sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah. Menjadi lebih tidak jelas ketika upaya penanggulangannya disamakan dengan penanggulangan wabah (Pasal 20 PP Penanggulangan Wabah Penyakit Menular). Wabah dan Kejadian Luar Biasa sering dianggap sama sehingga membutuhkan pengaturan yang jelas dan pasti.

Selain itu, yang diatur dalam Undang-Undang Wabah Penyakit Menular belum   komprehensif.    Belum  mengaturmengenai  endemi,  epidemi  dan pandemi yang membedakannya dengan wabah. Berdasarkan epidemiologi, keempat istilah tersebut dibedakan berdasarkan skala penyebaran dan karakteristik penyakitnya. Terminologi berbeda berarti penanggulangannya akan berbeda sehingga penting untuk diatur.

Kedua, adanya disharmoni antara Undang-Undang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Undang-Undang Penanggulangan Bencana). Menurut Pasal 4 Undang- Undang Wabah Penyakit Menular, penetapan daerah wabah dan pencabutan daerah wabah ditetapkan oleh Menteri, maka seharusnya penanggulangan wabah menjadi tanggung jawab Menteri Kesehatan. Namun berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Penanggulangan Bencana, wabah dikategorikan sebagai bencana non-alam sehingga koordinator penanggulangan dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Berdasarkan hal tersebut, perlu sinkronisasi ketentuan antara Undang- Undang Wabah Penyakit Menular dengan Undang-Undang Penanggulangan Bencana demi kepastian hukum agar pengaturan alokasi anggaran dan pengelolaan bantuan penanggulangan wabah menjadi jelas, terukur dan terarah.

Ketiga, “pencegahan” dalam Undang-Undang Wabah Penyakit Menular maupun dalam PP Penanggulangan Wabah Penyakit Menular hanya dalam konteks mencegah meluasnya wabah dari satu daerah ke daerah lainnya. Sangat disayangkan, tidak ada pengaturan mengenai upaya pencegahan timbulnya wabah dan masuknya wabah dari negara lain yang sedang mengalami wabah yang diduga akan menjadi pandemi. Undang- Undang beserta Peraturan Pemerintah terkait Penanggulangan Wabah tidak efektif mewaspadai wabah sedini mungkin. Dalam konteks kedaruratan kesehatan masyarakat, sebenarnya ada upaya yang dapat dilakukan, yaitu Karantina Wilayah di Pintu Masuk. Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (Undang- Undang Kekarantinaan Kesehatan), Pemerintah Pusat dapat menetapkan Karantina Wilayah di Pintu Masuk dalam keadaan “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang meresahkan dunia”. Sayangnya, Peraturan Pemerintah untuk menindaklanjuti ketentuan tersebut belum terbentuk. Padahal peraturan pemerintah tersebut akan menjadi dasar hukum bagi tindakan pencegahan masuknya wabah dari negara lain. Seyogyanya, tindakan yang secara substansi sama dengan “Karantina Wilayah di Pintu Masuk” diatur dalam Undang-Undang Wabah Penyakit Menular itu sendiri atau dalam peraturan pelaksananya. Undang-Undang Wabah Penyakit Menular yang baik seharusnya mengatur penanggulangan wabah secara komprehensif, sejak dari sebelum terjadi sampai dengan pasca wabah.

Keempat, Undang-Undang Wabah Penyakit Menular belum mengatur kewenangan dan koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dapat dimaklumi, undang-undang ini dibentuk pada masa generasi sentralistik sebelum otonomi daerah dianut di Indonesia, dimana setiap urusan menjadi wewenang Pemerintah Pusat, begitu pula penanggulangan wabah.

Kelima, terdapat beberapa materi yang belum diatur dalam Undang-Undang Wabah Penyakit Menular, antara lain sumber dan jenis wabah, sarana dan prasarana, sistem surveilans, perlindungan tenaga kesehatan, peran serta masyarakat, pembiayaan dan bantuan, kerja sama nasional dan internasional, serta perubahan sanksi.

Apabila dikaitkan dengan Virus Corona atau Covid-19 yang sedang melanda dunia termasuk Indonesia kita telah belajar banyak. Dari sisi regulasi, Undang-Undang Wabah Penyakit Menular dalam menanggulangi secara hukum tidak efektif. Mulai tindakan penanggulangan yang gagap karena tidak sedini mungkin melakukan pencegahan masuknya virus, koordinasi yang kurang baik antara Pemerintah Pusat dan  Pemerintah Daerah, regulasi yang berpotensi disharmoni, sampai kekosongan pegaturan. Undang-Undang Wabah Penyakit Menular perlu disusun kembali menjadi undang-undang yang baru dengan melakukan pembaharuan, serta melakukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan regulasi lainnya, seperti Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan, Undang-Undang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang Kesehatan dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Wabah Penyakit Menular yang baru (RUU Wabah) telah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas 2020-2024) dan diharapkan optimal mengatur penanggulangan wabah sehingga pemerintah mampu melindungi warga negaranya secara maksimal.

Categories:

Tinggalkan Balasan