ASAS DEKOSENTRASI DALAM PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2021 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN EKSTREMISME BERBASIS KEKERASAN YANG MENGARAH PADA TERORISME DI DAERAH
4 min readASAS DEKOSENTRASI DALAM PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 7 TAHUN 2021 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN EKSTREMISME BERBASIS KEKERASAN YANG MENGARAH PADA TERORISME DI DAERAH – Pada Januari 2021, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan Dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan Yang Mengarah Pada Terorisme (RAN PE). Peraturan Presiden ini lahir dari kerja sama antara BNPT dengan USAID berupa coordinated-program
Pelaksanaan RAN PE dikoordinasikan oleh BNPT dan dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Dari Peraturan Presiden ini juga dibentuk organ berupa sekretariat bersama yang berfungsi mengkompilasi capaian pelaksanaan dan mengevaluasi pelaksanaan RAN PE di kementerian/lembaga dan di lingkup pemerintah daerah. Di tingkat pusat atau dalam tataran kementerian/lembaga, pelaksanaan RAN PE pada dasarnya mengacu pada kebijakan dan program dari BNPT selaku lembaga yang mengurusi segala hal berkaitan dengan penanggulangan terorisme/ekstremisme. Peran dan kontribusi kementerian/lembaga sebatas berupa dukungan program dan logistik yang sifatnya menyediakan sarana kontak pemenuhan fasilitas dan kebutuhan bagi target penanggulangan terorisme, sebagaimana diketahui, faktor-faktor pemicu seseorang teradikalisasi salah satunya adalah termarginalisasi secara ekonomi. Sementara itu, selama ini peran pemerintah daerah dalam program kebijakan penanggulangan terorisme nasional adalah dalam konteks administratif saja. Perlu menjadi catatan penting bahwa penanggulangan terorisme di Indonesia dilaksanakan secara terpusat yang menjadi kewenangan BNPT.
Namun demikian, dalam peraturan presiden tentang RAN PE, yakni di Pasal 4 ayat (2) mengamanatkan bahwa gubernur/bupati menjadi pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan RAN PE di daerah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri. Dengan adanya pasal tersebut, Pemerintah Daerah memiliki peran baru serta utama dalam urusan penanggulangan terorisme/ekstremisme di daerah. Dari pasal tersebut juga dapat diketahui bahwa pelaksanaan RAN PE di daerah akan menjadi tanggung jawab kepala daerah. Meski nantinya ada garis komando secara hirarkis pelaporan yang sampai ke Presiden, pelaksanaan RAN PE di daerah menjadi suatu konsep pertanggungjawaban baru yang dibebankan ke daerah. Dalam hal demikian, BNPT nantinya memiliki perpanjangan tangan di daerah. Namun kenyataannya BNPT tidak mempunyai satupun instansi vertikal baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten.
Kepala daerah sebagai penanggungjawab baru tidak dapat serta merta melaksanakan RAN PE di daerahnya masing-masing, sebab dalam hal ini sebagaimana sudah disebutkan di awal, program kebijakan penanggulangan ekstremisme/terorisme merupakan tanggung jawab pusat. Dalam hal ini, konsep pendelegasian urusan pemerintahan menjadi suatu hal yang penting. Sebagaimana diketahui persoalan terorisme dan ekstremisme merupakan urusan keamanan yang menjadi salah satu urusan pemerintahan pusat yang absolut, hal ini diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Untuk selanjutnya, pendelegasian wewenang urusan keamanan ini harus dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui asas dekosentrasi.
Dekosentrasi sebagai pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat kepada wakil pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah gubernur, memiliki beberapa karakteristik yang harus dipenuhi perencanaan anggaran, pengawasan pelaksanaan, dan pelaporan program. BNPT sebagai lembaga pusat mempunyai kewajiban menganggarkan dana dekosentrasi. Rencana dekonsentrasi ini dimuat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L). Selain itu, BNPT juga harus menyusun dalam Renja-KL yang harus dikoordinasikan dengan kementerian perencanaan pembangunan nasional yang berisi rencana pelimpahan sebagian wewenang BNPT sebagai pemegang kuasa absolut dalam hal penanggulangan terorisme. Penyusunan program kerja yang akan didekonsentrasi juga wajib disesuaikan dengan program prioritas nasional yang terdapat rencana kerja pemerintah yang ditetapkan tiap tahun. BNPT harus menyusun Peraturan Badan yang mengatur mengenai hal yang akan didekonsentrasikan ke daerah, hal ini memuat pelimpahan sebagian wewenangnya dalam pelaksanaan RAN PE yang akan dilaksanakan oleh setiap pemerintah daerah.
Tahap selanjutnya, BNPT sebagai pemrakarsa wajib menyampaikan Peraturan Badan terkait urusan dekonsentrasi serta RKA-K/L yang memuat anggaran dana dekonsentrasi kepada Gubernur selaku pimpinan daerah. Gubernur wajib menetapkan pejabat pengawas, pejabat pembuat komitmen serta pejabat lain di SKPD terkait untuk melaksanakan program kebijakan RAN PE di daerah. Penyampaian dan penyusunan laporan setiap pelaksanaan urusan dekonsentrasi menjadi tanggungjawab SKPD pelaksana yang akan menyampaikan kepada gubernur selaku penanggung jawab utama dalam pelaksanaan RAN PE. Laporan wajib disampaikan langsung kepada BNPT selaku kementerian/lembaga yang memberikan pelimpahan wewenang.
Pelaksanaan RAN PE di daerah menjadi salah satu aspek penting dalam penanggulangan terorisme. Terorisme merupakan permasalahan yang harus diatasi dari hulu sampai ke hilir. Pemerintah daerah mempunyai peran yang krusial sebab embrio terorisme lahir di wilayah yang terisolasi secara sosial. Upaya sinergitas antara pemerintah pusat dan daerah harus terjalin secara harmonis demi mencegah timbulnya aksi terorisme di masa yang akan datang. Penerapan asas dekonsentrasi dalam pelaksanaan RAN PE sebagai garda terdepan penanggulangan ekstremisme menjadi hal yang perlu dilaksanakan dengan secara seksama aturan yang berlaku. Hal ini guna menghindari adanya benturan kepentingan dan mengefektifkan program penanggulangan terorisme nasional.