HOMAGE SEBAGAI COATTAIL TERHADAP KEKAYAAN INTELEKTUAL INDUSTRI KREATIF – Globalisasi telah mendefinisikan ulang ekonomi moderen dan merevolusi cara menjalankan bisnis sehingga memberikan kesempatan bagi para pelaku bisnis berbagai macam ukuran dan jenis untuk dapat menjual, bekerja, dan membangun eksistensi dan berkembang menjadi lebih baik dan besar dari sebelumnya melalui kolaborasi bersama. Kolaborasi dapat membantu para pelaku bisnis untuk mengembangkan proposisi nilai yang lebih luas dengan menargetkan pasar baru di dalam maupun di luar negeri. Ekonomi kreatif menyinergikan kreasi dan kolaborasi menjadi penggerak ekonomi bagi negara melalui transformasi paradigma dari pembuatan produk perusahaan asing menjadi pengembangan inovasi dan merek sendiri. Industri kreatif mengacu pada berbagai kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan generasi atau eksploitasi pengetahuan dan informasi, serta budaya kreatif (Howkins, 2001).
Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), nilai pasar global industri yang sangat bergantung pada industri kreatif dan budaya diperkirakan mencapai $1,3 triliun. Sedangkan, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan antara 5 hingga 20%. Secara tradisional, industri kreatif menggabungkan penciptaan, produksi, dan komersialisasi produk dan layanan tidak berwujud, yang seringkali dilindungi oleh rezim kekayaan intelektual.
Istilah coattail merupakan suatu idiom di mana seseorang mendapatkan manfaat dari kesuksesan orang lain, dengan menggunakan kesuksesan orang lain sebagai sarana untuk mencapai kesuksesannya sendiri. Dalam konteks ini adalah produk komersil yang menikmati kesuksesan atau mendapat manfaat dari adanya asosiasi terhadap produk yang menjadi acuan. Sedangkan, co-branding adalah kemitraan pemasaran dan periklanan strategis antara dua merek di mana keberhasilan satu merek membawa kesuksesan bagi merek mitranya juga. Co-branding dapat menjadi cara yang efektif untuk membangun bisnis, meningkatkan kesadaran, dan menembus pasar baru. Agar kemitraan benar-benar berhasil, haruslah saling menguntungkan bagi semua pihak. Dalam hal ini, kedua audiens target pasar perlu menemukan nilai dari produk yang dikeluarkan. Terdapat banyak contoh kemitraan co-branding yang sukses, di antaranya adalah Kanye West dan Adidas, BMW & Louis Vuitton, Starbucks & Spotify, dan Apple & Master Card. Hubungan co-branding AdidasÂ
Arloji mewah merupakan produk quasi-art yang berharga mahal. Hal ini terkait dengan kualitas arloji itu sendiri, dengan bahan, finishing, dan mekanisme internal yang membutuhkan tenaga kerja terampil khusus dan waktu yang lama untuk membuat satu produk. Namun demikian, keseluruhan jam tangan dapat dibuat ulang menggunakan komponen yang bukan merupakan kualitas terbaik sebagaimana yang digunakan oleh produk arloji acuan. Sebagai contoh adalah menggunakan kaca mineral, bukan safir, atau mekanisme pergerakan mekanis yang kurang akurat sebagaimana digunakan oleh produk arloji acuan. Hal ini memungkinkan merek biasa untuk membuat ulang arloji acuan lain yang lebih mahal, dengan ongkos produksi dan harga retail yang lebih murah. Selain itu, akses terhadap desain klasik atau mapan dan ikonik inilah yang menarik banyak penggemar baru terhadap produk homage. Hal ini dapat terjadi karena produk arloji kelas atas telah menjadi produk seni yang mencerminkan cita rasa dan image tertentu. Salah satu contoh produsen dan merek homage yang terkenal adalah Tudor. Merek ini digagas oleh Hans Wilsdorf sebagai alternatif merek yang terjangkau terhadap Rolex. Rolex banyak berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) mekanisme pergerakan internal dan mesin arloji unik telah menghasilkan banyak inovasi paten. Namun, Tudor menggunakan mesin jam yang dialihdayakan (outsourced) sambil tetap mempertahankan casing sebagaimana model Rolex. Oleh karena itu, beberapa arloji Tudor awal secara teknis merupakan homage dari Rolex. Adapun pada perkembangannya, Tudor mampu mengembangkan produk sendiri dan merek secara mandiri lepas dari bayang-bayang Rolex.
Terdapat pembedaan antara produk homage dengan produk replika atau bahkan dengan produk palsu sebagai berikut. Istilah arloji tiruan atau replika digunakan untuk mengacu kepada arloji yang berusaha agar terlihat persis seperti arloji lain. Sedangkan, perbedaannya adalah arloji lain tersebut diproduksi oleh manufaktur yang berbeda. Definisi lain dari istilah ini merujuk kepada suatu salinan atau model sebenarnya (exact model) dari sesuatu yang dibuat dalam skala yang lebih kecil. Sedangkan, produk palsu (counterfeit) adalah duplikat dari suatu benda asli (original artistic work). Dalam hal ini, produk arloji dibuat atas landasan yang tidak baik, yaitu untuk menipu. Sebagai contoh adalah dengan memasang, misalkan, logo Rolex pada dial arloji yang tidak dibuat oleh Rolex. Oleh karena itu, istilah yang tepat untuk digunakan adalah palsu, yang merupakan kata sifat untuk mendeksripsikan produk yang dibuat meniru persis sesuatu yang berharga atau penting dengan maksud untuk menipu. Di sisi lain, istilah homage didefinisikan sebagai penghormatan yang diberikan kepada (tribute to). Arloji homage umumnya menggunakan elemen desain atau gaya arloji lain yang menjadi acuan tersebut. Hal ini paling mudah dilihat pada arloji yang modelnya paling sering digunakan, misalkan, Rolex Submariner. Terdapat lusinan merek yang telah menyalin setidaknya beberapa elemen model Rolex Submariner bagi model merek arloji mereka sendiri. Sebagai contoh adalah Timex, Seiko, Orient, Sandoz, Citizen, dan Steinhart. Hal ini juga berlaku terhadap model arloji yang memiliki keunikan atau ciri khas. Namun demikian, berbagai produsen dan merek yang melakukan homage ini tidak mencoba untuk mengklaim apa yang bukan mereka ciptakan.
Terdapat prinsip tertentu dalam hukum kekayaan intelektual yang dapat menjadi pengecualian terhadap dasar pelanggaran sebagai berikut. Doktrin fair use mengizinkan penggunaan materi berhak cipta secara terbatas dan wajar tanpa harus terlebih dahulu memperoleh izin dari pemegang hak kekayaan intelektual. Hal ini merupakan salah satu pembatasan hak yang dimaksud untuk menyeimbangkan kepentingan pemegang hak dengan kepentingan publik berupa pembelaan terhadap klaim pelanggaran kekayaan intelektual (Patricia Auderheide, 2011). Doktrin ini digunakan di Amerika Serikat. Sedangkan, doktrin fair dealing adalah pembatasan dan pengecualian terhadap hak eksklusif yang diberikan oleh rezim hukum kekayaan intelektual kepada pencipta karya kreatif berupa serangkaian pembelaan terhadap tindakan pelanggaran hak eksklusif atas kekayaan intelektual. Namun, doktrin ini tidak dapat diterapkan pada tindakan apa pun yang tidak termasuk dalam salah satu kategori ini. Oleh karena itu, prinsip doktrin ini tidak fleksibel sebagaimana doktrin fair use. Doktrin ini ditemukan di banyak yurisdiksi negara-negara Persemakmuran Inggris yang menggunakan sistem common law.
Produk arloji itu sendiri terdiri dari berbagai komponen, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu casing tampilan luar dan design secara fisik, mekanisme internal arloji, dan merek dari arloji tersebut. Komponen dan mekanisme internal dari arloji diatur dalam rezim paten, sedangkan model dan casing tampilan luar arloji diatur dalam rezim desain industri. Di sisi lain, penggunaan merek dari suatu produk arloji diatur dalam rezim hukum merek. Masing-masing rezim hukum kekayaan intelektual tersebut memiliki ciri khas dan lingkup tersendiri. Walaupun homage tidak melanggar rezim kekayaan intelektual, sebaikan pembuat homage meminta izin terhadap pemilik hak kekayaan intelektual untuk menghindari adanya konflik ataupun gugatan hukum di kemudian hari, dengan bentuk kolaborasi. Dalam ranah industri kreatif, lisensi merupakan izin yang diberikan oleh pemegang hak kekayaan intelektual kepada pihak lain berdasarkan perjanjian secara tertulis untuk menggunakan hak ekonomi dari suatu karya. Oleh karena itu, produsen homage perlu untuk membuat perjanjian lisensi yang mengatur mengenai proporsi pembagian manfaat ekonomi yang diperoleh yang dicatatkan kepada negara. Perjanjian lisensi terhadap homage itu sendiri memiliki restriksi berupa jangka waktu tertentu ataupun terhadap produk tertentu saja, karena sifat terbatas (limited) dari homage itu sendiri. Dengan demikian, homage dapat menjadi coattail terhadap kekayaan intelektual industri kreatif yang memiliki sumbangsih positif terhadap peningkatan ekonomi negara Indonesia.
Tinggalkan Balasan