Peran Advokat sebagai Penegak Hukum
6 min readPeran Advokat sebagai Penegak Hukum – Bagaimana Peran Advokat sebagai Penegak Hukum pada UU.RI No.18 tahun 2003 serta Eksistensi terhadap UU.RI No. 8 tahun 1981?
Keberadaan Advokat sebagai penegak hukum telah diatur di dalam Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Namun, mengenai bagaimana bentuk dan tempat nyata peran Advokat sebagai penegak hukum masih samar, khususnya dalam perannya sebagai komponen pendukung terwujudnya sistem peradilan, akibatnya penegakan hukum di Indonesia belum optimal. Akan tetapi, jika Menilik istilah dari Lawrence M Friedman bahwa sistem hukum terdiri dari tiga elemen yaitu, substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Advokat sebagai struktur hukum dan subjek penegak hukum memiliki peran penting dalam sistem peradilan.
Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antar bangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat, dijelaskan bahwa Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Menurut Kode Etik Advokat, Advokat yaitu orang yang berpraktik dalam memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan dengan memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat, Pengacara, Penasihat Hukum, Pengacara praktik atau sebagai konsultan hukum.
Mengenai keberadaan advokat telah diatur dalam pasal 1 Ayat (1) UURI No. 18 tahun 2003 tentang advokat (UU advokat) “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang”, pasal 1 Ayat (1) UU Advokat menyebutkan, “Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan Tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”. Pasal 1 Ayat (2) UU Advokat menyebutkan, “klien adalah orang, badan hukum atau Lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat”, sedangkan Pasal 5 ayat (1) UURI No.18 Tahun 2003 tantang UU Advokat menjelaskan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan “Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Advokat adalah profesi yang sangat terhormat (noble officium). Mengenai peran Advokat sebagai penegak hukum sejatinya masih ada yang beranggapan adanya ambevalensi terhadap profesi Advokat, disatu pihak Advokat dianggap profesi yang menghalangi kerja aparat, disisi lain, siapa lagi yang dapat menolong orang yang sedang berpekara dalam pengadilan kalau bukan Advokat.
Hadirnya UURI. No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UURI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, UURI. No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta UURI No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, secara yuridis normatif, dikonstruksikan sebagai bagian dari adanya peran Advokat dalam sistem peradilan pidana dengan harapan dapat dilaksanakan secara konsekuen, sehingga kebutuhan akan jasa hukum / bantuan hukum disamping demi kepentingan mereka yang terlibat suatu perkara (tersangka / terdakwa) juga untuk kepentingan sistem peradilan pidana itu sendiri yaitu dalam rangka membantu mencari kebenaran meteriil atas suatu perkara pidana. mendapatkan kebenaran materiil adalah suatu tujuan yang harus dicapai oleh hukum acara pidana, yang pelaksanaanya dilakukan dengan sistem peradilan pidana.
Profesi Advokat termasuk ke dalam golongan Lembaga Penegak Hukum non pro justitia di luar pemerintahan yang juga berperan penting dalam dan menentukan pelaksanaan dan wajah penegakan hukum meskipun belum menjadi sub sistem dari sistem peradilan. Jasa hukum / bantuan hukum oleh Advokat sangat erat kaitannya dengan usaha pencari keadilan. Hak untuk mendapatkan bantuan hukum sebagai salah satu hak asasi manusia sangat didambakan oleh semua orang yang tersangkut suatu perkara. Dalam hukum positif Indonesia ketentuan mengenai jasa hukum / bantuan hukum ini diketemukan antara lain dalam UU No.16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, UURI No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat dan juga terdapat dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP yaitu pasal-pasal sebagai berikut:
- Bab VI Tentang tersangka atau terdakwa, pasal 54-57; Pasal 60-62.
- Bab VII Tentang bantuan hukum, pasal 69-74
- Bab XIV tentang Penyidikan, yaitu pasal 114 dan 115.
Dengan besarnya peranan profesi Advokat yang profesional menjadi sebuah komponen dalam sistem peradilan dimana adanya koordinasi dan kerja sama antar komponen, maka perlunya perombakan ulang terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan sistem peradilan, agar semakin memperkokoh posisi kedudukan Advokat sebagai sub sistem dari sistem peradilan sendiri, sehingga menjadi sub sistem yang sejajar dengan subsistem yang lain (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan). Tidak seperti saat ini, tanpa Advokat pun proses penegakan dalam sistem peradilan itu tetap berjalan sehingga dominasi penguasaan hukum dalam penegakan hukum seolah menjadi milik para penegak hukum yang berada didalam pemerintahan.
Fakta Media
Menurut media CNN Indonesia, selasa, 16 November 2021, menyebutkan bahwa seorang pengacara asal Banyuwangi, Jawa Timur, Nanang Slamet, melakukan aksi melempar uang jutaan rupiah di depan Mapolsek Kota Banyuwangi. Aksi Nanang tersebut terjadi lantaran mengaku kesal setelah mendengar pernyataan dari kliennya dan para saksi yang diperiksa dalam perkara yang tengah ditanganinya, menyebutkan bahwa kanit reskrim polsek setempat, mengatakan bahwa kliennya tersebut disebut untuk mundur dan tidak menggunakan jasa advokat atau seharusnya tak perlu sampai didampingi pengacara.
Atas aksinya ini, ia berharap kepolisian bisa menghargai profesi pengacara. Sebab menurutnya advokat, kepolisian, jaksa dan hakim punya posisi yang sebanding dalam hal penegakan hukum. “Intinya saya melakukan itu agar sebagai pembelajaran bagi semua aparat penegak hukum, bahwa advokat adalah penegak hukum yang sama dan sebanding dengan kepolisian, kejaksaan, hakim dan sebagainya. Saya harap polisi profesional,” katanya.
Nanang mengaku tak terima lantaran marwah advokat telah direndahkan. Hal itu menyusul intervensi seorang aparat kepolisian terhadap pendampingan hukum yang dilakukan Nanang kepada salah seorang kliennya. “Saya tidak terima selaku advokat, karena menurut undang-undang kami adalah aparat penegak hukum yang sama dan sebanding dengan mereka semua, saya tidak terima,” ujarnya.[1]
Dasar Hukum
UU.RI. No. 18 tahun 2003 tentang Advokat
Pasal 1 Ayat (1) UURI No. 18 tahun 2003 tentang advokat (UU advokat), berbunyi :
“Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-undang”
Pasal 1 Ayat (1) UU Advokat, berbunyi :
“Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan Tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”.
Pasal 1 Ayat (2) UU Advokat, berbunyi :
“klien adalah orang, badan hukum atau Lembaga lain yang menerima jasa hukum dari advokat”
Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat, berbunyi :
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perudang”
UU.RI No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Melihat uraian fakta serta fakta media diatas, sebuah Organisasi Advokat pada dasarnya organ dalam arti yang luas dan bersifat mandiri yang juga melaksanakan fungsi negara. Pasal 5 ayat (1) UU Advokat mengenai status Advokat sebagai penegak hukum seharusnya dirinci dan diarahkan untuk memperkuat kewenangan Advokat. Termasuk memberi kemungkinan langkah hukum bagi Advokat terhadap penegak hukum lain yang melanggar hukum dan perundang-undangan. Dengan demikian, profesi Advokat memiliki peran penting dalam upaya penegakan hukum. Setiap proses hukum, baik pidana, perdata, tata usaha negara, selalu melibatkan profesi advokat yang kedudukannya setara dengan penegak hukum lainnya. Kewenangan Advokat dalam sistem penegakan hukum menjadi sangat penting guna menjaga keindependensian Advokat dalam menjalanakan profesinya dan juga menghindari adanya kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh penegak hukum yang lain.
[1] https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211116091339-20-721707/pengacara-sawer-duit-rp40-juta-berhamburan-di-teras-kantor-polisi