PROSES BERACARA MAHKAMAH KONSTITUSI – Persidangan terkait dengan proses suatu perkara, sidang MK dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu Pemeriksaan Pendahuluan, Pemeriksaan Persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), dan Pengucapan Putusan. Keempat jenis persidangan tersebut memang dapat dilihat sebagai tahapan persidangan suatu perkara, namun dalam perkara-perkara tertentu dapat terjadi tidak semua jenis persidangan itu dibutuhkan. Terdapat perkara-perkara tertentu yang hanya memerlukan pemeriksaan pendahuluan dan setelah panel hakim konstitusi melaporkan kepada pleno hakim, perkara dimaksud sudah dapat diputuskan. Hal itu dapat terjadi dalam perkara-perkara sebagai berikut:
- Perkara yang dari sisi pemohon sudah dapat ditentukan bahwa pemohon tidak memiliki hak mengajukan permohonan (legal standing) atau materi permohonan bukan merupakan wewenang MK. Untuk perkara demikian dapat langsung diputus dengan amar putusan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Dalam praktik, beberapa perkara yang diputus setelah pemeriksaan pendahuluan tanpa melalui pemeriksaan persidangan pada umumnya adalah karena pemohon tidak dapat menjelaskan kerugian konstitusional yang diderita akibat ketentuan undang-undang yang dimohonkan. Di sisi lain terdapat pula perkara-perkara yang aspek legal standing-nya baru dapat diketahui setelah memeriksa pokok perkara. Oleh karena itu terdapat perkara yang walaupun telah memasuki pemeriksaan persidangan tetapi putusannya tidak dapat diterima.
- Pemohon memiliki legal standing dan materi permohonannya merupakan wewenang MK serta sudah sangat jelas dan dapat segera diputus untuk dikabulkan. Putusan dengan amar dikabulkan yang dilakukan tanpa melalui Pemeriksaan Persidangan, misalnya adalah Putusan Nomor 102/PUUVII/2009 mengenai Pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 61 Majelis Hakim, seperti tertuang dalam pertimbangan putusan menyatakan bahwa Pasal 54 UU MK tidak mewajibkan MK meminta keterangan pihak terkait untuk memutus suatu perkara. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa MK dapat meminta keterangan kepada pihak terkait, yang berarti boleh dilakukan dan boleh tidak, bergantung dari perkara dan urgensi keterangan yang diperlukan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat dikelompokan lima tahapan dalam penyelesaian perkara di Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi, yaitu: (1) Pengajuan Permohonan; (2) Registrasi Perkara; (3) Penjadwalan dan Pemanggilan Sidang; (4) Pemeriksaan Perkara; dan (5) Putusan. Adapun mekanismenya adalah sebagai berikut:
- Pengajuan Permohonan
Permohonan berisi informasi rinci tentang:
- identitas yang hendak diperiksa dan didengar keterangannya;
- pokok-pokok keterangan yang hendak diberikan;
- alokasi waktu pemeriksaan;
- petugas lain yang diperlukan.
Permohonan ditujukan kepada Ketua MK melalui Kepaniteraan MK. Permohonan pemeriksaan melalui persidangan jarak jauh disampaikan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sebelum rencana pelaksanaan persidangan jarak jauh, baik secara langsung maupun secara faksimili, surat elektronik (e-mail), surat kilat khusus, atau media lain yang tersedia.
- Registrasi Perkara
- Pencatatan Permohonan Panitera mencatat permohonan dalam Buku Pengajuan Permohonan Pemohon (BP3) dan menerbitkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3), kemudian menyampaikannya kepada Pemohon atau kuasanya.
- Pemeriksaan Kelengkapan Permohonan Panitera Mahkamah Konstitusi yang menerima pendaftaran permohonan pembatalan penetapan perolehan hasil pemilu berwenang melakukan pemeriksaan kelengkapan permohonan, dan apabila ternyata permohonan tidak lengkap, maka panitera menerbitkan Akta Permohonan Belum Lengkap (APBL) dan disampaikan pada pemohon atau kuasanya. Kemudian Pemohon atau kuasanya memperbaiki dan melengkapi permohonannya paling lama 3 x 24 jam sejak diterimanya oleh APBL.
- Kemudian Panitera mencatat permohonan dalam Buku Register Perkara Konstitusi (BRPK) dan menerbitkan Akta Registrasi Perkara Konstitusi (ARPK) yang kemudian disampaikan pada pemohon atau kuasanya. Buku Register Perkara Konstitusi tersebut memuat antara lain: catatan mengenai nomor perkara, nama pemohon dan kuasa hukum, Termohon dan kuasa hukum, pihak terkait dan kuasa hukum, pokok perkara, waktu penerimaan permohonan (pukul, tanggal, hari, bulan, dan tahun)dan kelengkapan permohonan yang dicatat secara elektronik.
- Penjadwalan dan Pemanggilan Sidang
Setelah permohonan dinyatakan lengkap Mahkamah Konstitusi akan menetapkan panel hakim dan hari sidang pertama yang disampaikan kepada pemohon dengan surat pemanggilan yang telah ditandatangani oleh panitera dan disampaikan secara langsung oleh juru panggil melalui berita acara penyampaian.
Kemudian penetapan hari sidang juga diumumkan kepada masyarakat dengan menempelkan pada papan pengumuman khusus dan dalam situ MK (www.mahkamahkonstitusi.go.id) serta disampaikan melalui media masa.
- Pemeriksaan Perkara
Dalam pemeriksaan perkara ini, mencakup mengenai :
- Pemeriksaan pokok permohonan
- Pemeriksaan alat bukti tertulis
- Mendengarkan keterangan DPR atau DPD
- Mendengarkan keterangan saksi
- Mendengarkan keterangan ahli
- Mendengarkan keterangan pihak terkait
- Pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan dan atau peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk
- Pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, atau diterima secara elektronik dengan alat optic atau yang serpa dengan itu.
Adapun tahapan dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu :
- Penyampaian pokok-pokok permohonan secara lisan
- Penyampaian pokok-pokok jawaban termohon atau keterangan pihak-pihak terkait secara lisan
- Pemeriksaan alat bukti dari pemohon maupun dari termohon dan pihak terkait
- Penyampaian dan pemeriksaan keterangan saksi dan atau ahli yang diajukan oleh termohon atau pihak terkait
- Penyampaian kesimpulan oleh pemohon
- Penyampaian kesimpulan oleh termohon atau pihak terkait.
- Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam memutus perkara harus didasarkan pada UUD 1945 dengan berpegang pada alat bukti dan keyakinan masing-masing hakim konstitusiAlat bukti yang dimaksud sekurang2nya seperti hakim dalam memutus perkara tindak pidana
Putusan MK langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempu Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang-Undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat (final and binding) (Penjelasan Pasal 10 ayat [1]UU MK).
Tinggalkan Balasan