Berapa Bentuk Perubahan Konstitusi? – Apabila dipelajari secara teliti mengenai sistem perubahan konstitusi di berbagai negara, paling tidak ada dua sistem yang sedang berkembang yaitu renewel (pembaharuan) dianut di negara-negara Eropa Kontinental dan amandement (perubahan) seperti dianut di negara-negara Anglo-Saxon. System yang berkembang dalam perubahan konstitusi, yaitu:
- Renevel (pembaharuan)
Yaitu sistem perubahan konstitusi secara keseluruhan, sehingga apabila suatu konstitusi (UUD) dilakukan perubahan (dalam arti diadakan pembaharuan), maka yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Sistem ini dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental, seperti Belanda, Jerman dan Perancis.
- Amandement (perubahan)
Yaitu apabila suatu konstitusi ditambah, dikurangi, ataupun diubah (diamandemen), maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Sistem ini dianut di negara-negara Anglo-Saxon seperti Indonesia dan Amerika Serikat.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar atau konstitusi melalui jalan penafsiran Menurut K.C. Wheare, ada 4 cara dalam mengubah UUD atau konstitusi, yaitu :
- Beberapa kekuatan yang bersifat primer (some primary forces)
Perubahan karena Kemauan Kelompok Masyarakat yang Berpengaruh atau Kekuatan yang Bersifat Primer. pertama, perubahan yang dilakukan oleh kekuatan politik itu ternyata tidak hanya mengubah substansi pasal tertulisnya melainkan perubahan bunyi atau pemaknaan. Sehingga tiap rezim yang berkuasa bisa saja memiliki gaya yang berbeda meskipun menjalankan kekuasaan atas konstitusi yang sama. haln tersebut bisa terjadi atas perbedaan bunyi yang diberikan atau perubahan makna dalam memahani konstitusi tersebut, padahal secara tertulis tidak ada perubahan apapun.
- Perubahan yang diatur dalam konstitusi (formal amandement)
Perubahan dengan Cara yang Diatur dalam Konstitusi Bersangkutan. perubahan yang didorong oleh kekuatan politik tersebut terkadang ada juga yang menyebabkan perubahan secara formal, atau sesuai dengan prosedur formal yang telah ditentukan hukum.
- Penafsiran secara hukum (judicial interpretation)
- Kebiasaan dan kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan (usage and convention)
Sedangkan menurut menurut C.F. Strong, ada empat macam cara/prosedur perubahan konstitusi-konstitusi :
- Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, tetapi menurut batasan-batasan tertentu. Terjadi melalui tiga macam kemungkinan, antara lain :
- Untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan legislatif harus dihadiri sekurang-kurangnya sejumlah anggota tertentu (korum). Korum ditentukan secara pasti, misalnya sekurang-kurangnya 2/3 dari seluruh jumlah anggota pemegang kekuasaan legislatif harus hadir, sehingga keputusan tersebut disebut sah.
- Untuk mengubah konstitusi, lembaga perwakilan rakyatnya harus dibubarkan dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga perwakilan yang baru inilah yang kemudian melaksanakan wewenangnya.
- Cara ini terjadi dan berlaku dalam sistem dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan.
- Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum
Yaitu apabila ada kehendak untuk mengubah konstitusi, maka lembaga negara yang diberi wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat dalam suatu referendum atau peblisit. Rakyat dapat menyampaikan pendapatnya dengan menerima atau menolak usul perubahan yang disampaikan oleh lembaga perwakilan.
- Perubahan konstitusi dan ini berlaku dalam negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian.
Cara ini berlaku dalam negara yang berbentuk serikat, sehingga dianggap sebagai “perjanjian” antara negara-negara bagian. Maka perubahan tersebut harus dengan persetujuan sebagian terbesar negara-negara tersebut. Usul perubahan konstitusi mungkin diajukan oleh negara serikat – dalam hal ini lembaga perwakilan rakyatnya – akan tetapi kata akhir berada pada negara-negara bagian. Di samping itu usul perubahan dapat pula berasal dari negara-negara bagian.
- Perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Cara ini dapat dilakukan oleh negara serikat maupun negara yang berbentuk kesatuan. Apabila ada kehendak untuk mengubah Undang-Undang Dasar, maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dibentuklah suatu lembaga negara khusus yang tugas serta wewenangnya hanya mengubah konstitusi. Usul perubahan dapat berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari pemegang kekuasaan perundang-undangan dan dapat pula berasal dari lembaga negara khusus tersebut. Apabila lembaga negara khusus dimaksud telah melaksanakan tugas serta wewenang sampai selesai, dengan sendirinya dia bubar.
Menurut K.C. Wheare ada empat sasaran yang hendak dituju dalam usaha mempertahankan konstitusi dengan jalan mempersulit perubahannya. Adapun keempat sasaran tersebut adalah:
- Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar (dikehendaki);
- Agar rakyat mendapat kesempatan untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan;
- Khusus dalam Negara Serikat, hal ini dilakukan agar kekuasaan negara serikat dan kekuasaan negara-negara bagian tidak diubah semata-mata oleh perbuatan-perbuatan masing-masing pihak secara sendiri;
- Agar hak-hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas bahasa atau kelompok minoritas agama atau kebudayaannya mendapat jaminan.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh C.F. Strong maupun K.C. Wheare tentang cara perubahan konstitusi di atas, maka salah satu cara perubahan yang dapat ditempuh yaitu dengan konvensi.
Suatu konvensi atau covention (of the convention), kerap diberi pengertian sebagai aturan hukum kebiasaan mengenai hukum publik; hukum kebiasaan yang tidak tertulis di bidang ketatanegaraan. Dengan perkataan lain, bahwa konvensi ketatanegaraan adalah kelaziman-kelaziman yang timbul dalam praktik ketatanegaraan.
Konvensi ketatanegaraan juga dapat diartikan sebagai perbuatan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga dapat diterima dan ditaati dalam praktik ketatanegaraan, walaupun ia bukan hukum.
Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 yang berlaku di Indonesia, telah mengalami perubahan-perubahan dari masa berlakunya di Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut:
- Undang-undang Dasar 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
- Konstitusi Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
- Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
- Kembali ke- Undang-undang Dasar 1945 (5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999)
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000)
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000 – 9 November 2001)
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II dan III (9 November 2001 – 10 Agustus 2002)
- Undang-undang Dasar 1945 dan Perubahan I, II, III dan IV (10 Agustus 2002)
Tinggalkan Balasan