Asas-Asas Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Asas-Asas Peradilan Tata Usaha Negara – Asas-asas hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hokum, karena pertama, asas-asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Peraturan hukum itu pada akhirnya harus bisa dikembalikan kepada asas-asas hukum. Asas-asas hukum adalah abstraksi dari peraturan hukum, yakni abstraksi terdiri yang dari padanya tidak dapat ditarik pengertian umum yang lebih tinggi. Kedua, asas-asas hukum merupakan ratio logis atau alasan bagi lahirnya peraturan hukum.

Adapun asas-asas hukum yang terdapat di dalam hukum acara peradilan tata usaha negara yaitu:

  1. Asas praduga rechtmatig (vermoeden van rechmatigheid praesumptio iustae cause). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap rechmatiq sampai ada pembatalannya. Dengan asas ini, gugatan tidak menunda pelaksanaan keputusan tata usaha negara yang digugat (Pasal 67ayat (1) Undang-Undang PTUN).
  2. Asas pembuktian bebas, hakim yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 1865 BW. Asas ini dianut Pasal 107 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 hanya saja masih dibatasi ketentuan Pasal 100.
  3. Asas keaktifan hakim (dominus litis). Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak karena tergugat adalah pejabat tata usaha negara sedangkan penggugat penggugat adalah orang atau badan hukum perdata. Penerapan asas ini antara lain terdapat dalam ketentuan Pasal: 58, 63 ayat (1) dan (2), 80, 85 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986.
  4. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat “erga omnes”. Sengketa tata usaha negara adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan tata usaha negara berlaku bagi siapa saja, tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa.

Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Kewenangan mengadili dapat dibagi dalam kekuasaan kehakiman atribusi (atributie van rechtmacht) dan kekuasaan kehakiman distribusi (distributie van rechtsmacht). Atribusi kekuasaan kehakiman adalah kewenangan mutlak atau keompetensi absolut ialah kewenangan badan pengadilan didalam memeriksa jenis perkara tertentu dan secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain.

  1. Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara

kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Sedangkan menurut Soedikno Mertokusumo, kompetensi absolut atau kewenangan mutlak pengadilan adalah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan dalam lingkungan pengadilan lain. Kompetensi absolut peradilan tata usaha negara menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, adalah mengadili sengketa tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata melawan badan/pejabat tata usaha negara, akibat diterbitkannya keputusan tata usaha negara.

  1. Komptensi Relatif Peradilan Tata Usaha Negara

Kompetensi relatif merupakan kewenangan memeriksa/mengadili perkara berdasarkan pembagian daerah hukum (distribusi kekuasaan). Kompetensi Relatif ini diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 tentang PERATUN, yang menyatakan bahwa;

  1. Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota;
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di Ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Mengenai susunan Pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Pasal 8 Undang-Undang PERATUN ditentukan bahwa Pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara terdiri dari;

  1. Pengadilan Tata Usaha Negara yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama (PTUN);
  2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding (PTTUN)

Adapun kekuasaan dari Pengadilan di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut;

  1. Pasal 50 menentukan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama;
  2. Pasal 51 menentukan;
  • Pengadilan TUN bertugas dan berwenang memeriksa,dan memutus Sengketa Tata Usaha Negara ditingkat banding;
  • Pengadilan TUN juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan TUN di dalam daerah hukumnya;
  • Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan ditingkat pertama Sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48;
  • Terhadap Putusan Pengadilan TUN sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 dapat diajukan permohonan kasasi.

Di Indonesia saat ini, jumlah Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) masih sangat terbatas yakni sebanyak 26 (dua puluh enam) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi Provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi Provinsi-provinsi yang ada di sumatera.

Categories:

Tinggalkan Balasan