PEMUTUSAN PERJANJIAN SECARA SEPIHAK, PMH ATAU WANPRESTASI?
2 min readPemutusan perjanjian sepihak bagi pelaku bisnis acap kali kita jumpai, pemutusan yang dilakukan secara sepihak oleh salah satu pihak yang dalam perjanjian telah besepakat untuk bekerjasama. Namun, sebelum jangka waktu perjanjian berakhir, salah satu pihak dalam perjanjian tersebut melakukan pembatalan perjanjian secara sepihak. Persoalan tersebut menjadi lebih rumit ketika di meja hijau (Pengadilan), para pihak sering berdebat apakah kasus tersebut masuk katagori PMH atau Wanprestasi?
Dalam menyikapi kasus diatas, Mahkamah Agung (MA) berpendapat bahwa jika salah satu pihak yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak lain, membatalkan perjanjian secara sepihak, maka pihak yang telah membatalkan tersebut dikatagorikan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Pendapat Mahkamah Agung (MA) diatas termuat dalam putusan nomor 1051 K/Pdt/2014 (PT. Chuhatsu Indonesia vs PT. Tenang Jaya Sejahtera) tanggal 12 November 2014.
Menurut Mahkamah Agung (MA) pemutusan perjanjian secara sepihak telah melanggar pasal 1338 KUHPerdata, yakni perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua bela pihak. Karena merupakan perbuatan melawan hukum (PMH) Mahkamah Agung dalam putusan Peninjuan Kembali (PK) nomor 580/PK/Pdt/2015 menegaskan bahwa pelaku pemutusan perjanjian secara sepihak (tergugat) berkewajiban membayar kerugian yang dialami penggugat.
Bahkan dalam beberapa kasus yang pokok persoalannya sama, seperti kasus antara Dicky Rahmat vs Rista Sarahgihda Hotman Sinaga Mahkamah Agung (MA) memutus bahwa pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam katagori perbuatan melawan hukum (PMH) bukan wanprestasi. Maka, berdasarkan sikap Mahkamah Agung yang konsisten tersebut pemutusan perjanjian secara sepihak yang termasuk dalam katagori melawan hukum telah menjadi yurisprudensi. Dengan kaidah hukum “Pemutusan perjanjian secara sepihak termasuk dalam perbuatan melwan hukum (PMH).”(Tim Na/Ty)