6 JENIS AKAD DALAM FINTECH SYARIAH
2 min readDi Indonesia, praktik pinjol ini dikenal dengan fintech peer to peer (P2P) yang diatur dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016). Ketentuan ini secara umum mengatur mengenai layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi yang salah satunya financial technology (fintech). Pinjol berbasiskan prinsip syariah berlaku ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah (Fatwa DSN MUI).
Fatwa DSN MUI ini menerangkan pinjol (fintech) syariah dimaknai sebagai penyelenggaraan layanan jasa keuangan berdasarkan prinsip syariah yang mempertemukan atau menghubungkan pemberi pembiayaan (investor) dengan penerima pembiayaan (peminjam) dalam rangka melakukan akad pembiayaan melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Selain itu, dijelaskan bahwa penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, antara lain terhindar dari riba, gharar (ketidakjelasan akad), maysir (ketidakjelasan tujuan/spekulasi), tadlis (tidak transparan), dharar (bahaya), zhulm (kerugian salah satu pihak) dan haram. Dengan kata lain, pinjol syariah berarti tidak mengandung riba, gharar, maysir, tadlis, dharar, zhulm, dan haram.
Setidaknya terdapat enam jenis akad yang diperbolehkan dalam fintech syariah menurut Fatwa DSN MUI dalam transaksi pinjol, yakni:
Pertama, al-bai’ (jual-beli) yaitu akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga).
Kedua, ijarah yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
Ketiga, mudharabah yaitu akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maaf yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola (‘amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
Keempat, musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha dengan ketentuan keuntungan dibagi sesuai yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
Kelima, wakalah bi al ujrah yaitu akad pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah).
Keenam, qardh yaitu akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati. (Tim Na/Ty)