MACAM-MACAM SITA YANG DAPAT DIAJUKAN DALAM PROSES PERADILAN PERDATA
4 min readDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring (KBBI Daring), penyitaan berarti proses, cara, perbuatan menyita. Sedangkan, istilah sita menurut KBBI diartikan sebagai perihal mengambil dan menahan barang menurut keputusan pengadilan oleh alat negara (polisi dan sebagainya).
Jenis-jenis sita yang dapat diajukan dalam proses peradilan perdata, yakni:
A. Sita Jaminan
Albert Aries berpendapat bahwa sita jaminan (conservatoir beslag) adalah suatu upaya paksa dan merupakan wujud formil dari penerapan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang berbunyi:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu.”
M. Yahya Harahap dalam buku yang berjudul Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan menerangkan bahwa pada pokoknya sita jaminan bertujuan agar barang itu tidak digelapkan atau diasingkan selama proses persidangan berlangsung, sehingga nantinya putusan dapat dilaksanakan. Kemudian objek yang dapat dimohonkan sita jaminan tersebut antara lain:
1. Perkara utang piutang yang tidak dijamin dengan agunan tertentu. Sita jaminan dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat meliputi barang bergerak maupun tidak bergerak;
2. Objek sita jaminan dalam perkara ganti rugi dapat diletakkan atas seluruh harta kekayaan tergugat. Tuntutan ganti rugi ini timbul dari wanprestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1243 – Pasal 1247 KUH Perdata atau perbuatan melawan hukum dalam bentuk ganti rugi materiil dan imateriil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata;
3. Sengketa hak milik atas benda tidak bergerak yang hanya terbatas atas objek yang diperkarakan/disengketakan;
4. Dapat diletakkan pada barang yang telah diagunkan sebelumnya.
B. Sita Revindikasi
merujuk pada Alinea Pertama Pasal 226 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dan Pasal 714 Reglement op de Rechtsvordering (Rv), yakni:
1. Objek Sengketa Adalah Barang Bergerak
Alinea Pertama Pasal 226 HIR menyatakan, objek sita revindikasi adalah barang bergerak dan barang bergerak yang dimaksud berada di tangan orang lain (tergugat).
2. Pemohon Adalah Pemilik Barang
Alasan yang dibenarkan untuk meminta sita revindikasi adalah pemohon merupakan pemilik barang. Sita ini tidak dapat diajukan penyewa atau peminjam. Hal ini sesuai dengan pengertian maupun tujuan sita revindikasi, yaitu menuntut kembali barang milik penggugat yang berada di tangan dan penguasaan tergugat.
3. Barang Berada Di Bawah Penguasaan Tergugat Tanpa Hak Berdasarkan Jual Beli Maupun Pinjam Meminjam
a. Berdasarkan Penguasaan Tanpa Hak
Penguasaan tanpa hak, misalnya pencurian atau tindakan lain yang bertentangan dengan hukum. Maka, pemilik barang dapat menuntut kembali barang miliknya dari orang lain yang menguasainya.
b. Berdasarkan Hak Reklame Yang Diberikan Undang-Undang Kepada Penjual
Dalam transaksi jual beli, undang-undang memberi hak reklame kepada penjual, yaitu hak menuntut kembali pengembalian barang apabila pembeli tidak melunasi harga yang disepakati.
c. Barang Berada Di Tangan Tergugat Karena Pinjam Meminjam
Pemilik yang barangnya dipinjamkan kepada orang lain dapat menuntut pengembalian barang meskipun belum lewat tenggang waktu yang diperjanjikan apabila karena alasan mendesak barang itu sangat diperlukan pemilik.
4. Menyebut Dengan Seksama Barang Yang Hendak Disita
Barang yang hendak disita harus dinyatakan dengan saksama dalam surat permintaan meliputi jenis, jumlah, merek atau identitas maupun sifat yang melekat pada barang. Apabila penggugat tidak mampu menjelaskannya, maka pengadilan dapat menolak permintaan tersebut.
C. Sita Penyesuaian
M. Yahya Harahap dari buku yang sama, menguraikan bahwa barang yang telah disita, tidak boleh disita, tetapi dapat diletakkan sita penyesuaian. Apabila atas permintaan penggugat atau kreditur telah diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag), sita revindicatoir, sita eksekusi (executorial beslag), atau sita marital (maritaal beslag), maka:
1. Pada waktu yang bersamaan, tidak dapat dilaksanakan penyitaan terhadap barang itu atas permintaan penggugat atau kreditur lain, sesuai dengan asas bahwa pada waktu yang bersamaan hanya dapat diletakkan 1 kali saja penyitaan terhadap barang yang sama;
2. Permintaan sita yang kedua dari pihak ketiga, harus ditolak atau tidak dapat diterima atas alasan pada barang yang bersangkutan telah diletakkan sita sebelumnya atas permintaan penggugat atau kreditur terdahulu;
3. Yang dapat dikabulkan kepada pemohon yang belakangan hanya berbentuk sita penyesuaian.
Selain itu, barang agunan atau barang yang dijadikan jaminan utang tidak boleh disita tetapi dapat diterapkan sita penyesuaian. Sehingga berlaku tolok ukur sebagai berikut:
1. Pengadilan atau hakim dilarang mengabulkan dan meletakkan sita jaminan terhadap barang yang diagunkan dan dijaminkan pada waktu yang bersamaan;
2. Permohonan sita terhadap barang yang sedang diagunkan harus ditolak, demi melindungi kepentingan pihak pemegang agunan;
3. Yang dapat diberikan pengadilan atas permintaan sita tersebut, hanya sebatas sita penyesuaian.
D. Sita Marital
Menurut M. Yahya Harahap, sita marital bertujuan utama untuk membekukan harta bersama suami istri melalui penyitaan, agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara atau pembagian harta bersama berlangsung. Bahwa dalam Pasal 95 ayat (1) KHI memungkinkan untuk dilakukan sita marital oleh seorang suami/istri dalam suatu perkawinan tanpa melakukan gugatan perceraian apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros dan sebagainya. Pasal 136 ayat (2) KHI menyatakan bahwa pelaksanaan sita marital hanya dapat dilakukan oleh seorang suami/istri yang masih terikat dalam ikatan perkawinan dengan cara mengajukan permohonan sita marital kepada Pengadilan Agama.
E. Sita Eksekusi
Dari buku M. Yahya Harahap Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sita eksekusi bermakna sebagai pengganti dan jaminan jumlah uang yang diperoleh setelah barang yang disita dijual lelang. Sehingga dapat dipahami bahwa sita eksekusi dilakukan pada tahap proses:
1. Perkara yang bersangkutan telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap; dan
2. Penyitaan dilakukan pada tahap proses eksekusi.
Perlu digarisbawahi bahwa dengan adanya sita jaminan yang telah dilaksanakan terlebih dahulu, maka tahap sita eksekusi menurut hukum dengan sendirinya dikecualikan dan dihapuskan. Hal ini dikarenakan pada saat diletakkan sita jaminan, tidak diperlukan lagi tahap sita eksekusi sebab asasnya otomatis beralih menjadi sita eksekusi pada saat perkara yang bersangkutan mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap. (Tim Na/Ty)