KEKUATAN HUKUM DARI YURISPRUDENSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

KEKUATAN HUKUM DARI YURISPRUDENSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG – Yurisprudensi adalah rangkaian putusan-putusan pengadilan, khususnya dari Mahkamah Agung, yang memiliki nilai sebagai pedoman atau acuan dalam menyelesaikan perkara yang serupa di masa mendatang. Yurisprudensi terbentuk ketika suatu putusan pengadilan, khususnya pada tingkat Mahkamah Agung, dianggap memiliki prinsip hukum yang penting, inovatif, atau memberi arah dalam penerapan hukum di Indonesia.

Putusan yang menjadi yurisprudensi biasanya adalah putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) dan dianggap berhasil menjawab atau menyelesaikan permasalahan hukum yang belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan atau yang memerlukan penafsiran hukum lebih lanjut. Yurisprudensi ini digunakan oleh hakim lain dalam memutus perkara serupa agar tercipta konsistensi hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Yurisprudensi adalah keputusan-keputusan pengadilan, khususnya Mahkamah Agung (MA) di Indonesia, yang berfungsi sebagai pedoman dalam penyelesaian kasus serupa di masa mendatang. Secara umum, kekuatan hukum yurisprudensi dari putusan Mahkamah Agung dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Kekuatan Mengikat bagi Peradilan Bawah : Yurisprudensi memiliki kekuatan mengikat secara tidak langsung, artinya hakim di pengadilan bawah diharapkan menjadikan yurisprudensi sebagai panduan dalam memutus perkara serupa. Walaupun yurisprudensi tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, ia merupakan sumber hukum tambahan yang diakui.
  2. Kepastian Hukum : Dengan menjadikan yurisprudensi sebagai acuan, diharapkan tercipta kepastian dan konsistensi dalam putusan-putusan pengadilan untuk kasus serupa.
  3. Prinsip Kebijaksanaan Hakim : Hakim tetap memiliki diskresi, sehingga dalam situasi tertentu mereka dapat memutuskan berbeda dari yurisprudensi, selama ada alasan atau perbedaan signifikan dalam fakta dan peraturan yang berlaku.

Yurisprudensi di Indonesia tidak diatur secara eksplisit dalam satu pasal tertentu dalam undang-undang, tetapi keberadaannya sebagai sumber hukum tambahan diakui dalam beberapa ketentuan hukum. Dasar hukum yang mendukung kekuatan yurisprudensi dari putusan Mahkamah Agung dapat ditemukan dalam:

  1. Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan memiliki wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Dalam praktiknya, keputusan MA sering kali dijadikan yurisprudensi untuk memberikan kepastian hukum.
  2. Pasal 31 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Yurisprudensi, sebagai cerminan dari perkembangan hukum melalui putusan pengadilan, dapat digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan prinsip ini.
  3. Pasal 20 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah oleh UU No. 3 Tahun 2009, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat menjadi pedoman bagi pengadilan di bawahnya, yang secara tidak langsung menguatkan kedudukan yurisprudensi.

Dengan demikian, meskipun yurisprudensi tidak secara eksplisit disebutkan dalam peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis, yurisprudensi tetap diakui sebagai sumber hukum yang digunakan untuk memperkuat konsistensi penerapan hukum di Indonesia.

Categories:

Tinggalkan Balasan