BISAKAH MENDAPAT KERINGANAN HUKUMAN ATAS DASAR BALAS DENDAM – Secara umum, balas dendam sebagai motif dalam sebuah tindak pidana tidak dapat dijadikan dasar untuk mendapatkan keringanan hukuman dalam hukum pidana Indonesia. Sebaliknya, motif balas dendam justru cenderung dianggap sebagai faktor yang memberatkan dalam proses pemberian hukuman, terutama jika tindakan yang dilakukan berupa pengeroyokan.
Baru-baru ini Irwan alias Iwan Bule, seorang pria berusia 54 tahun dari Bandar Lampung, ditangkap oleh polisi terkait kasus pengeroyokan terhadap Tri Perdana Simanjuntak, seorang pemuda berusia 34 tahun dari Kelurahan Gampang Jaya, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung. Peristiwa ini bermula ketika anak Iwan Bule dilaporkan oleh Tri Perdana ke polisi atas dugaan penipuan. Tidak terima dengan laporan tersebut, Iwan Bule bersama dua anaknya mendatangi rumah Tri Perdana dan melakukan pengeroyokan. Akibatnya, korban mengalami luka serius pada bagian kaki.
Iwan Bule kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini dan dijerat dengan pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Ia terancam hukuman penjara hingga lima tahun. Meskipun tetap tergantung pada fakta dan bukti yang ada. Beberapa dasar hukum yang mungkin dapat dipertimbangkan adalah:
-
Balas Dendam sebagai Faktor yang Memberatkan
- Balas dendam dianggap sebagai motif yang menunjukkan niat buruk atau kebencian, yang lebih sering dipandang sebagai faktor penggugur daripada faktor pengurang dalam sistem hukum pidana. Sebuah tindak pidana yang dilakukan dengan niat balas dendam dapat meningkatkan tingkat kesalahan pelaku karena menunjukkan adanya niat untuk menghukum atau mengbalaskan rasa sakit kepada pihak lain.
- Pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan pengecualian atau keringanan hukuman bagi mereka yang bertindak dengan motif balas dendam. Dalam banyak kasus, motif balas dendam justru bisa memperberat hukuman yang diberikan.
-
Pasal yang Terkait dengan Pengeroyokan
- Pasal 170 KUHP mengatur tentang pengeroyokan. Jika pengeroyokan dilakukan dalam bentuk kelompok (lebih dari satu orang), maka ancaman hukumannya dapat meningkat. Tidak ada pengecualian untuk pelaku yang melakukan tindakan tersebut dengan alasan balas dendam.
Pasal 170 KUHP menyatakan:
“Barang siapa di muka umum melakukan kekerasan terhadap orang lain, dengan cara bersama-sama, dihukum dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
Dengan kata lain, pelaku pengeroyokan, apalagi jika dilakukan dengan niat balas dendam, tetap akan dijatuhi pidana yang serupa dengan tindakan lainnya yang melibatkan kekerasan fisik.
-
Pemberian Keringanan Hukuman
- Penyesalan dan Pengakuan: Jika pelaku mengakui perbuatannya dan menunjukkan penyesalan, hal ini bisa menjadi faktor yang meringankan hukuman. Namun, penyesalan ini lebih terkait dengan pengakuan dan kerjasama pelaku dengan aparat hukum, bukan dengan motif balas dendam yang masih tetap ada dalam tindakannya.
- Evaluasi Psikologis: Jika pelaku terbukti dalam keadaan tertekan atau memiliki gangguan psikologis tertentu yang mempengaruhi tindakannya, ini bisa dipertimbangkan oleh pengadilan sebagai alasan untuk mengurangi hukuman. Namun, ini akan dipertimbangkan secara terpisah dari motif balas dendam.
-
Pertimbangan Khusus dari Pengadilan
- Dalam beberapa kasus, pengadilan mungkin mempertimbangkan keadaan khusus yang mendasari perbuatan tersebut, seperti provokasi yang sangat kuat atau keadaan emosional yang luar biasa, meskipun alasan tersebut tidak secara otomatis meringankan hukuman.
- Pembelaan diri atau pembelaan orang lain mungkin lebih relevan, namun balas dendam tetap dianggap sebagai motif yang tidak sah dan dapat dianggap berlebihan jika dibandingkan dengan ancaman yang ada.
-
Pembelaan Diri vs. Balas Dendam
- Pembelaan diri hanya diterima dalam kasus di mana seseorang bertindak untuk melindungi dirinya atau orang lain dari serangan yang tidak sah dan proporsional. Sebaliknya, balas dendam dilakukan karena perasaan marah atau dendam yang tidak dapat dibenarkan sebagai pembelaan sah.
Motif balas dendam tidak bisa dijadikan dasar untuk mendapatkan keringanan hukuman. Bahkan, dalam banyak kasus, balas dendam justru bisa meningkatkan tingkat kesalahan dan menjadi faktor yang memberatkan dalam penjatuhan hukuman. Namun, pengadilan mungkin tetap mempertimbangkan faktor-faktor lain, seperti pengakuan, penyesalan, dan keadaan emosional pelaku, yang bisa menjadi pertimbangan meringankan dalam penentuan hukuman akhir.
Tinggalkan Balasan