MEMAHAMI SAH ATAU TIDAKNYA SEBUAH PERJANJIAN MENURUT KUH-PERDATA
2 min readMemahami Sah atau Tidaknya Sebuah Perjanjian Menurut KUH-Perdata
www.nenggalaalugoro.org— Surabaya. Surat perjanjian sangatlah diperlukan dalam kehidupan masyarakat kita sehari-hari. Seperti kita ketahui dalam kehidupan bersosial sering kali kita berinteraksi dengan orang lain. Dalam berinteraksi tersebut tentu banyak hal yang terjadi. Hubungan timbal balik antar sesama sering membuat kita perlu untuk membuat surat perjanjian. Surat perjanjian sering kitabuat ketika sedang melakukan hubungan timbal balik antara kedua belah pihak ataupun banyak pihak. Sedangkan perjanjian sendiri sebagaiamana Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Selasa (13/04/2021)
Akan tetapi seringkali masayarakat cenderung kurang begitu memperhatikan terkait apasaja hal-hal yang mengakibatkan pernjanjian tersebut cacat secara hukum hal akan sangat berdampak terhadap pembuktian apabila dikemudian hari terjadi sengketa atas hal yang di perjanjikan tersebut sehingga sangat perlu bagi kita untuk memahami syarat sahnya sebuah perjanjian.
Mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer):
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut, tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.
2. Kecakapan, yaitu bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan berwenang melakukan perjanjian.
3. Hal Tertentu, hal ini maksudnya adalah bahwa perjanjian tersebut harus mengenai suatu obyek tertentu.
4. Sebab yang Halal, yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban.
Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-undang dinyatakan tidak cakap.
Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:
– Orang yang belum dewasa.
Mengenai kedewasaan Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.
Menurut Pasal 7 Undang-undang No.1 tahun 1974 tertanggal 2 Januari 1974 tentang Undang-Undang Perkawinan, Kecakapan bagi pria adalah bila telah mencapai umur 19 tahun, sedangkan bagi wanita apabila telah mencapai umur 16 tahun.
Dasar hukum
Undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan
KuhPerdata
(NA/Sk)