Sanksi Pidana Pencatutan Nama Seseorang Pada Tahap Pendaftaran Partai Politik
4 min readSanksi Pidana Pencatutan Nama Seseorang Pada Tahap Pendaftaran Partai Politik -Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat 275 orang anggotanya mengalami pencatutan nomor induk kependudukan (NIK) dalam masa pendaftaran partai politik (parpol) peserta pemilu. Sebelumnya, KPU juga mengungkap temuan serupa. Mereka mencatat NIK 98 orang komisioner dan pegawai KPU di semua daerah dicatut oleh Parpol (cnnindonesia.com).
Pencatutan nama seseorang menjadi anggota Parpol merupakan salah satu isu utama yang sering muncul pada tahapan pendaftaran Parpol. Pencatutan ini dapat terjadi pada siapa saja baik pihak yang diperbolehkan untuk menjadi anggota parpol maupun yang tidak diperbolehkan, seperti pencatutan para penyelenggara Pemilu di atas.
Secara administratif Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 4 Tahun 2022 telah memberi ruang penyelesaian terhadap persoalan pencatutan nama tersebut. Pasal 140 PKPU Nomor 4 Tahun 2022 mengatur bahwa dalam hal terdapat keraguan terhadap keabsahan dokumen persyaratan Parpol masyarakat dapat menyampaikan laporan tertulis kepada KPU beserta jajarannya sebelum penetapan Parpol peserta Pemilu dengan menggunakan formulir Model Tanggapan Masyarakat Parpol.
Persoalannya adalah pencatutan nama seseorang pada tahapan pendaftaran Parpol tidak hanya berkaitan dengan pelanggaran administrasi semata tetapi juga berkaitan dengan potensi terjadinya pelanggaran pidana. Meski demikian pencatutan nama seseorang menjadi anggota Parpol pada tahap pendaftaran Parpol bukanlah bagian dari tindak Pidana Pemilu tetapi merupakan bagian dari tindak pidana umum. Hal ini terjadi karena tidak ketentuan terkait tentang pencatutan nama pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Belum adanya ketentuan pidana Pemilu terkait pencatutan nama sehingga membuat Bawaslu mengancam akan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian karena seringnya Parpol mencatut nama dan NIK pada setiap Pemilu (jurnalmedan.com).
Sanksi Pidana
Pencatutan berasal dari kata dasar “catut”. Menurut KBBI mencatut memiliki beberapa arti, antara lain adalah : 1. Mencari keuntungan dengan jalan tidak sah, misal dengan cara-cara menipu (tipu muslihat) dan atau mengakali; 2. menyalahgunakan (kekuasaan, nama orang, jabatan, dan sebagainya) untuk mencari untung
Istlah “Pencatutan atau mencatut” tidak disebutkan secara spesifik dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Meski begitu bukan berarti bahwa “pencatutan nama” bukan sebuah tindak pidana. Ada yang mengaitkan pencatutan nama dengan ketentuan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik (defamasi) misalnya laporan kasus pencatutan nama pejabat di Kementerian Sosial (Kemensos) di Polda Metro Jaya terkait permintaan fee proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kemensos pada tahun 2021 lalu (antara.com).
Meski ada tafsir berbeda secara umum praktik “pencatutan” baik nama, jabatan dan lain-lain, lebih banyak dikaitkan dengan tindak pidana penipuan. Pada tahun 2015 Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan, pencatutan nama seseorang demi memperoleh keuntungan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan (kompas.com). Menilik pada KUHP, ketentuan tentang “penipuan” diatur pada Pasal 378 (Buku II Bab XXV tentang : “kejahatan”) yang menerangkan sebagai berikut:
“Barang siapa dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Menurut Moh. Anwar (1989) dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid I menyatakan bahwa dalam Pasal 378 KUHP terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1. Unsur Subyektif: dengan maksud
a. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
b. Dengan melawan hukum.
2. Unsur Objektif: membujuk atau menggerakkan orang lain dengan alat pembujuk atau penggerak
a. Memakai nama palsu;
b. Memakai keadaan palsu;
c. Rangkaian kata bohong;
d. Tipu Muslihat agar:
(1) Menyerahkan suatu barang;
(2) Membuat hutang;
(3) Menghapuskan hutang.
Bila melihat isi dari ketentuan dan pendapat ahli hukum pidana tersebut di atas, maka memasukkan nama seseorang sebagai anggota Parpol membawa konsekuensi hukum. Jika perbuatan tersebut akhirnya menggerakkan orang lain (dalam hal ini KPU) untuk menyerahkan sesuatu kepadanya yaitu dikeluarkannya SK KPU yang menetapkan sebagai Parpol yang lolos verifikasi Peserta Pemilu , maka hal tersebut telah memenuhi unsur penipuan.
Penipuan merupakan delik material sehingga selain pada tindakan yang dilarang telah dilakukan, masih harus ada akibat yang timbul karena tindakan itu, sehingga baru bisa dikatakan telah terjadi tindak pidana tersebut sepenuhnya (voltooid). Tindak pidana pencatutan nama seseorang menjadi anggota Parpol untuk kepentingan pendaftaran Parpol peserta Pemilu baru dapat diproses jika Parpol telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu.
Saat ini Pendaftaran Parpol masih pada tahap verifikasi, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu 2024 menetapkan bahwa tahap penetapan Parpol Peserta Pemilu akan dilaksanakan pada tanggal 14 Desember 2022. Berkaca pada ketentuan PKPU ini maka proses pidana pencatutan nama seseorang pada tahap pendaftaran Parpol baru dapat dilakukan setelah tanggal 14 Desember 2022.
Penipuan adalah delik biasa dan bukan delik aduan. Sebagai delik biasa maka pelapor penipuan tidak harus dilakukan oleh korban saja. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) Pasal 1 angka 24 menyebutkan bahwa, “Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”
Terkait siapa yang berhak melapor atau mengadu ke polisi pada kasus pencatutan nama di atas dapat dilihat pada ketentuan Pasal 108 KUHAP yaitu : 1) Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis; (2) Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik; (3) Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.”
Berdasarkan ketentuan tersebut , baik pihak yang mengetahui adanya pencatutan nama seseorang ataupun pihak yang dirugikan dapat melaporkan orang yang mencatut namanya kepada pihak Kepolisian atas dasar adanya dugaan tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal tersebut di atas. Sehingga rencana pelaporan yang dilakukan oleh Bawaslu terkait pencatutan nama pada pendaftaran Parpol sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.