Arah Pembangunan Hukum Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015
8 min readArah Pembangunan Hukum Dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 – Era perdagangan bebas di negara-negara ASEAN tinggal menghitung waktu. Tidak kurang dari 2 tahun pelaksanaan ASEAN Economic Community akan segera dilaksanakan, yaitu tepatnya tanggal 31 Desember 2015. Sudahkah Indonesia sebagai bagian dari negara-negara ASEAN mempersiapkan diri?
Kesan siap dalam menghadapi ASEAN Economic Community masih jauh api dari panggang. Sebagai perbandingan yang riil, berdasarkan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya yaitu pada saat Indonesia menghadapi ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2004, Indonesia bersama ASEAN telah menyepakati perjanjian oleh China yang dikenal dengan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Pasca kesepakatan ini, Indonesia menghadapi dampak langsung. Sampai saat ini Indonesia kebanjiran produk-produk asal negeri Tirai Bambu yang bernilai milyaran dolar. Kesepakatan ini bagaikan pukulan telak karena produk lokal kalah dalam bersaing dengan produk China yang harga jualnya jauh lebih murah.
Sebenarnya apa yang perlu untuk dipersiapkan oleh Indonesia tidaklah mudah. Mengingat Indonesia sebagai salah satu negara terbesar di kawasan Asia Tenggara harus mempersiapkan 5 (lima) hal pokok sebagai subjek dari ASEAN Economic Commnunity tersebut, meliputi arus bebas barang, arus bebas perdagangan, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan arus bebas tenaga kerja terlatih (profesional).
Arus bebas barang dilakukan dengan menghilangkan hambatan non-tarif yang ada melalui peningkatan transparansi tindakan-tindakan non-tarif, dan diberlakukannya aturan dan peraturan yang sesuai dengan standar dan praktek internasional. Selanjutnya, arus bebas perdagangan dilakukan dengan penghapusan semua pembatasan yang berhubungan dengan penyediaan layanan dan pembentukan perusahaan melintasi perbatasan dari 10 negara anggota ASEAN pada tahun 2015, yang tunduk pada peraturan nasional masing-masing. Kemudian, arus bebas investasi ditandai dengan pembentukan penuh rezim investasi yang bebas dan terbuka, untuk meningkatkan daya saing di negara-negara ASEAN, dan untuk menarik arus investasi ke blok ekonomi.
Selanjutnya, hal lainnya yang cukup penting dengan adalah arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terlatih (profesional). Untuk arus bebas modal dilakukan dilakukan dengan membentengi pengembangan pasar modal dengan harmonisasi standar keuangan melalui diberlakukannya peraturan di bidang- bidang seperti penawaran surat utang, dan persyaratan pengungkapan, untuk meningkatkan arus modal di seluruh wilayah. Sedangkan terhadap arus bebas tenaga kerja terlatih atau profesional dilakukan dengan meningkatkan mobilitas tenaga kerja di kawasan ASEAN, dengan memfasilitasi penerbitan visa dan pekerjaan lolos untuk para profesional dan tenaga kerja terampil, sehingga mengintensifkan kompetisi untuk kesempatan kerja di wilayah ini pada tahun 2015.
5 (lima) subjek pokok dari ASEAN Economic Community itu tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata. Butuh persiapan yang matang dan sistematis baik mencakup perangkat peraturannnya maupun infra struktur untuk mendukungnya. Hal ini tentunya tidak menjadi suatu hal yang berlebihan, mengingat, ASEAN Economic Community bukan hanya produk-produk barang saja yang bisa keluar masuk Indonesia, namun juga tenaga kerja, jasa, dan modal. Apalagi sebagai negara yang memiliki penduduk terbesar dan sumber daya alam terbanyak dibanding negara-negara ASEAN lainnya, tentu Indonesia menjadi pasar yang potensial bagi produk mereka.
Salah satu perangkat yang penting yang perlu untuk dipersiapkan untuk menghadapi ASEAN Economic Community adalah pembangunan perangkat hukum berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung terhadap kebutuhan ASEAN Economic Community. Persiapan perangkat hukum yang mensupport AEC juga bukanlah suatu yang mudah untuk dilakukan. Hal ini disebabkan penerapan integrasi ekonomi ASEAN ini masih dibatasi oleh kebijakan-kebijakan dan keputusan ekonomi yang dimiliki oleh masing-masing negara ASEAN. Hal ini menimbulkan tantangan, yaitu ketika Indonesia ingin bekerjasama lebih erat dengan negara ASEAN lain, mau tidak mau Indonesia harus mampu membuat keputusan bersama. Persoalannya, di satu sisi Indonesia masih enggan untuk membagi sebagian kedaulatan, namun dilain pihak kenyataan di lapangan pemerintah harus realistis untuk menghadapi tuntutan pasar ekonomi dan perdagangan. Pada akhirnya, pemerintah Indonesia akan berada dalam situasi yang memaksa untuk mengambil kebijakan secara bersama dan kolektif.
Kondisi tersebut memaksa bahwa perangkat peraturan perundang- undangan yang inline dengan kebijakan dari ASEAN Economic Community harus mengandung prinsip-prinsip yang sama, atau paling tidak memiliki dasar nilai filosofis dan sosiologis yang mendukung dengan prinsip-prinsip dalam ASEAN Economic Community. Hal ini dirasa penting karena jika peraturan perundang- undangan kita belum sejalan, bukan hal yang mustahil, Indonesia hanya sebagai negara tujuan penjualan barang dan jasa sebagai akibat dari ASEAN Economic Community bukan sebagai pelaku perdagangan itu sendiri.
Arah Pembangunan Hukum Yang Diharapkan
Dalam kapasitas untuk dapat mewujudkan keikutsertaan Indonesia dalam kancah AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN, tentunya hal ini bukanlah hal yang mudah. Perlu persiapan dan kematangan baik dari segi peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia yang berkecimpung, serta infrastruktur yang mendukung.
Dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mendukung terhadap terlaksananya AEC ini, pembentukan produk hukum tersebut harus sejalan dengan arah pembangunan hukum nasional sebagai dasar dalam menciptakan dan membentuk peraturan perundang-undangan yang dimaksud. Jika melihat pandangan dari Romli Atmasasmita yang menyatakan bahwa pembangunan hukum nasional secara implisit mencerminkan bahwa sampai saat ini di Indonesia masih terjadi proses perubahan sosial menuju ke arah modernisasi yang dikemas dalam proses legislasi yang teratur dan berkesinambungan dengan memasukkan aspek sosiokultural yang mendukung arah perubahan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan hukum nasional kita terus mengalami perubahan ke arah modernisasi dengan catatan tetap memasukkan aspek sosiokulturalnya.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007, belum terlihat secara konkret dukungan pembangunan hukum nasional dalam menghadapi perubahan perdagangan internasional yang salah satunya dalam bentuk AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dalam salah satu visi pembangunan nasional yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disebutkan bahwa visi pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia Internasional dengan cara memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang. Sedangkan sasaran pokok dari visi ini di antaranya adalah memulihkan posisi penting Indonesia sebagai negara demokratis besar yang ditandai oleh keberhasilan diplomasi di fora internasional dalam upaya pemeliharaan keamanan nasional, integritas wilayah, dan pengamanan kekayaan sumber daya alam nasional; terwujudnya kemandirian nasional dalam konstelasi global; dan meningkatnya investasi perusahaan-perusahaan Indonesia di luar negeri.
Selanjutnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, terdapat arah pembangunan dalam rangka menciptakan bangsa Indonesia yang berdaya saing khususnya dalam memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global. Untuk memperkuat perekonomian domestik dengan orientasi dan berdaya saing global tersebut, perlu melakukan beberapa langkah strategis di antaranya melakukan transformasi bertahap dari perekonomian berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi perekonomian yang berkeunggulan kompetitif; tetap mengembangkan perekonomian yang berlandaskan prinsip demokrasi ekonomi yang memerhatikan kepentingan nasional sehingga terjamin kesempatan berusaha dan bekerja bagi seluruh masyarakat dan mendorong tercapainya penanggulangan kemiskinan; serta dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui (1) pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir); (2) penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya; dan (3) penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi, pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri).
Dalam kaitannya dengan akan berlakunya AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Sudah seharusnya Arah Pembangunan Hukum Nasional, yang secara tersirat sebelumnya dalam RPJPN, diarahkan untuk mendukung dimulainya AEC tersebut. Hal ini menjadi penting agar pelaksanaan forum AEC ini khususnya bagi Indonesia dapat implementasikan bagi setiap pemangku kepentingan yang terlibat. Namun demikian arah pembangunan hukum tersebut tetap harus dengan berpedoman kepada koridor arah Pembangunan Nasional secara umum dengan memasukkan aspek sosiokultural yang mendukung arah perubahan tersebut.
Jika melihat blueprint AEC sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa pengaturan di bidang hukum yang perlu untuk segera ada penyesuaian (adjustment). Menurut pandangan penulis setidaknya terdapat 14 (empat belas) bidang pengaturan peraturan perundang- undangan yang perlu untuk disesuaikan dengan akan berlakunya AEC tersebut.
Bidang-bidang itu perdagangan, perindustrian, investasi, tenaga kerja, pangan, pertanian, kehutanan, perpajakan, perlindungan konsumen, Hak Kekayaan Intelektual, transportasi udara, kesehatan, pariwisata, dan Usaha Kecil dan Menengah.
Namun demikian, terdapat juga undang-undang yang dalam pengaturannya berhubungan dengan spirit dari pengaturan dalam AEC. Sebagai contoh pengaturan mengenai perlindungan konsumen dalam AEC. Sebagaimana telah diungkapkan dalam pemaparan sebelumnya, bahwa untuk perlindungan konsumen, kebijakan yang diupayakan untuk membangun wilayah ekonomi yang kompetitif, dilakukan dengan kegiatan berupa di antaranya memperkuat perlindungan konsumen di ASEAN melalui pembentukan Komite Koordinasi Perlindungan Konsumen Negara-Negara ASEAN serta membangun jaringan lembaga perlindungan konsumen untuk memfasilitasi pertukaran informasi. Dalam Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat bekerja sama dengan organisasi konsumen internasional. Perlu diketahui bahwa saat ini Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) telah terbentuk sejak tahun 2004, dan saat ini telah memasuki kepengurusan ke-3 hingga tahun 2016. Terkait dengan pengaturan dalam Pasal 34 ayat (2) ini dapat diketahui bahwa otoritas Indonesia yang diwakili oleh BPKN terbuka kemungkinan untuk melakukan dengan kerjasama dengan organisasi perlindungan konsumen Internasional, sehingga hal ini menunjukkan juga bahwa spirit dalam AEC yang menyatakan pembentukan Komite Koordinasi Perlindungan Konsumen Negara-Negara ASEAN.
Menurut pandangan penulis, terdapat 2 (dua) hal yang perlu dilakukan dalam menyesuaikan arah pembangunan hukum nasional dengan akan diselenggarakannya AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Pertama, perlu membuat granddesign arah pembangunan hukum nasional yang mengadopsi nilai dan tujuan AEC atau pun fora internasional lainnya yang dapat mempengaruhi pembangunan hukum nasional Indonesia. Kedua, menyesuaikan substansi atau muatan yang terdapat dalam 14 (empat belas) bidang peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan AEC. Dalam membuat granddesign arah pembangunan hukum nasional serta penyesuaian peraturan perundang-undangan dimaksud harus sejalan dengan semangat dan tujuan yang terdapat dalam AEC atau Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan tetap mengedepankan koridor dalam RPJPN dan kondisi sosiokultural masyarakat Indonesia.
Pada prinsipnya dalam pembangunan hukum nasional ini diarahkan tidak hanya sekedar untuk terwujudnya sistem hukum ynag menjamin berfungsinya hukum sebagai sarana perubahan social, namun juga untuk dapat menciptakan sistem hukum nasional yang dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, dengan tetap menggunakan pendekatan nasional, transnasional dan internasional. Sedangkan penyesuaian atas substansi atau muatan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan AEC, dapat dilakukan dengan melakukan perubahan atau penggantian terhadap peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku yang sudah tidak sesuai atau mendukung terhadap pelaksanaan AEC tersebut. Khusus untuk peraturan perundang-undangan berbentuk undang- undang, perlu dimasukkan daftar undang- undang yang masuk dalam kategori peraturan perundang-undangan yang perlu untuk disesuaikan ke dalam Program Legislasi Nasional, untuk selanjutnya oleh DPR RI dan Pemerintah dapat dilakukan perubahan atau penggantian melalui proses pembentukan undang-undang.
Akhirnya, penulis berpandangan bahwa perlu langkah yang lebih konkrit dan cepat dari semua pihak, khususnya Pemerintah dan legislator, dalam menangkap momen penting ini, yaitu pelaksanaan fora ASEAN Economic Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN, sebagai sebuah tantangan untuk menciptakan arah pembangunan hukum yang akomodatif melalui produk hukum yang responsif. Sehingga nantinya Bangsa Indonesia sebagai bagian penting dari bangsa-bangsa di kawasan ASEAN, tidak hanya sebagai penonton (baca: pembeli atau pemakai semata), namun berperan penting dalam percaturan AEC ini.