Asas Keadilan dalam Penetapan Nilai Limit pada Objek Lelang
4 min readAsas Keadilan dalam Penetapan Nilai Limit pada Objek Lelang
Pasal 1 Pasal 1 PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menjelaskan bahwa lelang adalah penjualan barang kepada masyarakat dengan penawaran tertulis dan/atau lisan yang dinaikkan atau diturunkan untuk mencapai harga maksimum, yang akan didahului dengan pengumuman lelang.
Lelang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu lelang eksekusi, lelang non-eksekusi wajib, dan lelang non-eksekusi sukarela. Jaminan hipotek termasuk dalam lelang eksekusi, yaitu lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen lain yang dipersamakan dengan itu dan/atau untuk melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sertifikat hipotek memuat petunjuk “demi kepentingan keadilan berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa” yang setara dengan putusan atau putusan pengadilan. Pada saat pemohon lelang eksekusi mengajukan surat permohonan lelang kepada KPKNL pemohon harus memenuhi dokumen persyaratan Pasal 1 angka 1 PMK Nomor 27/ PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Pada Pasal 1 angka 4 PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang agar dapat ditentukan jadwal pelaksanaan lelang, salah satu syarat tersebut ialah nilai limit barang yang akan dilelang.
Nilai limit adalah harga minimum suatu barang lelang dan ditentukan oleh pemohon lelang. Pemohon lelang bertanggung jawab menentukan batasannya. Pemohon lelang menentukan batas lelang berdasarkan hasil penilaian penilai atau hasil penilaian penilai. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara mandiri berdasarkan kemampuannya.
Penilai adalah pihak penjual dan melakukan penilaian dengan cara yang menjadi tanggung jawab penjual. Dalam lelang yang tunduk pada Pasal 6 UUHT, pemohon lelang harus menggunakan penilaian penilai dengan batasan paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Apabila seluruh persyaratan dokumen yang harus dilengkapi oleh pemohon lelang telah terpenuhi, maka pemohon lelang harus menggunakan jasa penilai penilai. Setelah selesai, KPKNL akan memeriksa kelengkapan dokumen dan menentukan jadwal lelang.
Nilai likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar Mudahnya, nilai likuidasi ialah harga pasaran yang didiskon dengan perkiraan waktu ekspos/pemasaran.
Nilai pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.
Dalam melakukan penilaian, penilai umumnya menggunakan nilai pasar sebagai batas atas dan nilai likuidasi sebagai batas bawah untuk menentukan batasnya. Penilai hanya menentukan kedua nilai tersebut dan merupakan kewenangan pemohon lelang dalam menentukan harga batas. Pemohon lelang bebas menentukan batasan berdasarkan kedua nilai tersebut. Dari segi normatif sebenarnya belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang asas lelang, namun jika dikaji secara cermat ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lelang maka akan ditemukan asas lelang yang bermasalah. Asas lelang meliputi asas keterbukaan (transparansi), persaingan (competition), keadilan, kepastian hukum, efisiensi dan akuntabilitas.
Peraturan yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia, dan dalam praktiknya sering timbul permasalahan dalam penentuan nilai limit, contohnya banyak ditemukan Kreditor menetapkan nilai limit barang jaminan hak tanggungan tersebut di bawah harga yang wajar bahkan sering ditemukan kreditor menjual jaminan tersebut bukan menggunakan nilai likuidasi yang sesungguhnya namun nilai utang.
Contoh beberapa kasus pelelangan KPKNL melakukan lelang diduga mengabaikan penilaian harga debitur dan melelang objek jaminan di bawah harga pasar dari objek jaminan, Seperti Kasus Sitti Nurlina obyek jaminan kreditnya telah dilelang atas sebidang tanah seluas 596 𝑚2 yang terletak di Jln. Teratai, kelurahan Watu-watu, Kecamatan Kendari barat Kota Kendari dengan SHM No.00139 Gambar situasi (GS) tanggal 12-12-1983 Nomor. 1271/1983.Sitti Nurlina melakukan pinjaman kredit dari PT Bank Panin Tbk CPU Kota Kendari Sebesar Rp 650.000.000 (Enam ratus lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu kredit selama 10 (tahun) dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2020, dimana di tahun 2015 di bulan Juni terjadi kredit macet, di tahun 2016 PT. Bank Panin, Tbk. melimpahkan masalah kredit macet ini kepada KPKNL Kota Kendari, adanya langkah hukum dari kantor lelang tersebut, tanpa sepengetahuan debitur, berhubung si debitur sudah pindah domisili di Jakarta
Dengan tidak adanya ketentuan penetapan limit, maka harus menggunakan nilai pasar terlebih dahulu, dan KPKNL tidak akan melakukan pemeriksaan limit lagi. Menurut analisis penulis, celah inilah yang sering dimanfaatkan oleh pemohon lelang untuk menentukan limit. Batasi nilai di bawah nilai wajar atau likuidasi pada nilai tersebut. Dengan melelang agunan dengan nilai likuidasi yang lebih murah, bank yakin akan lebih mudah mencari pemenang/pembeli lelang dan utang debitur akan segera terlunasi.
Hal ini terlihat dari seringnya terjadi contoh penetapan batas harga yang lebih rendah dari wajar sehingga hak-hak debitur tidak terlindungi, sehingga belum mencerminkan keadilan prosedural yang diharapkan masyarakat. Keadilan atas hak dan kewajiban para pihak sebagaimana diatur dalam Peraturan..
Dengan adanya celah untuk kreditor menetapkan nilai limit sesuai dengan nilai likuidasi membuat kreditor menetapkan nilai limit dengan harga likuidasi untuk mempermudah ditemukannya pemenang lelang, dengan adanya celah hukum yang menimbulkan kerugian bagi pihak debitur terlihat bahwa aturan tersebut belum melindungi hak pemilik barang lelang (debitur).