PENJELASAN MENGENANI ANAK SAH DAN ANAK LUAR KAWIN
2 min readPengertian anak sah menurut Pasal 99 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah:
- Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah;
- Hasil perbuatan suami istri di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahum 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa (YME). Perkawinan yang sah menurut Pasal 2 UU Perkawinan yaitu:
- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu;
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sehingga keabsahan perkawinan menurut Pasal 2 UU Perkawinan adalah menurut masing-masing agama dan perkawinannya dicatatkan agar terjamin ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Keharusan pencatatan perkawinan dilakukan agar adanya perlindungan hukum terhadap hubungan keperdataan yang timbul setelah perkawinan, sehingga perkawinan tersebut mempunyai kekuatan hukum. Dalam buku yang berjudul Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama tulisan Hilman Hadikusuma, menerangkan bahwa meskipun perkawinan belum tercatat, namun anak yang lahir dari perkawinan yang sah secara agama tetap dianggap anak yang sah secara keagamaan karena dilahirkan dari akad nikah yang sah.
Sedangkan pengertian anak luar kawin dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan adalah anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) anak luar kawin dapat kategorikan sebagai anak yang sah sepanjang diakui oleh orang tuanya, dalam Pasal 272 KUHPer menguraikan:
Anak di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah, disahkan oleh perkawinan yang menyusul dari bapak dan ibu mereka, bila sebelum melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Kemudian, Pasal 250 KUHPer menguraikan:
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
- Bila sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;
- Bila pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
- Bila anak itu dilahirkan mati.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa anak luar kawin memiliki dua pengertian. Pertama, anak yang dibenihkan dan dilahirkan di luar perkawinan yang sah. Kedua, anak yang dibenihkan di luar perkawinan tapi dilahirkan setelah orang tuanya melakukan perkawinan, tetapi tidak diakui oleh ayah dan/atau ibunya. (Tim Na/Ty)