Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga
6 min readPerlindungan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga – Perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga menjadi judul yang pilih untuk menguraikan tentang isi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ketentuan peraturan perundang-undangan ini dibuat oleh pemerintah untuk mewujudkan rasa aman dari segala bentuk kekerasan terutama dalam kehidupan berumah tangga.
Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
Apa itu kekerasan dalam rumah tangga? Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Selanjutnya Pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga menyebutkan mengenai batasan atau lingkup rumah tangga, dimana lingkup rumah tangga yang dimaksud meliputi:
Suami, isteri, dan anak.
Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri, anak, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang ini dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Merujuk pada pengertian kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, maka perlu dilakukan perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, yangmana perlindungan yang dimaksud adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada koraban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan (Pasal 1 angka 4 UU No. 23/2004).
Bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga
Bentuk kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat berupa:
Kekerasan fisik; adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Kekerasan phisikis; adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Kekerasan seksual; meliputi:
Pemaksaan hubugnan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Penelantaran rumah tangga; setiap orang dilarang untuk menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut, dan juga mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Sebagaimana telah diuraikan di atas mengenai batasan atau lingkup rumah tangga, maka yang mejadi korban kekerasan dalam rumah tangga adalah:
Suami, isteri, dan anak.
Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan suami, isteri, anak, karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetapdalam rumah tangga.
Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut. Orang ini dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga bahwa yang dimaksud dengan korban kekerasan dalam rumah tangga adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga.
Hak Korban
Korban kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mempunyai hak-hak sebagai berikut:
Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasian korban.
Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum padda setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan bimbingan rohani.
Bentuk Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga berhak untuk mendapatkan perlindungan, dimana yang dimaksud dengan perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Perlindungan Kepolisian
Bentuk perlindungan yang dilakukan pihak kepolisian adalah sebagai berikut:
Kepolisian wajib memberikan perlindungan sementara pada korban dalam waktu 1 x 24 jam terhitung sejak mengetahui atau merima laporan kekerasan dalam rumah tangga.
Perlindungan sementara yang dilakukan pihak kepolisian diberikan paling lama tujuh hari sejak korban diterima atau ditangani.
Pihak kepolisian selama jangka waktu 1 x 24 jam terhitung sejak pemberian perlindungan wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Dalam meberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban.
Kepolisian wajib memberikan keterangan pada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan.
Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
Tenaga Kesehatan
Bentuk tindakan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban adalah sebagai berikut (Pasal 21 UU No. 23/2004):
Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesinya.
Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti.
Pelayanan kesehatan yang sebagaimana tersebut di atas dilakukan pada sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
Pekerja Sosial
Bentuk pelayanan yang dilakukan oleh pekerja sosial terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut (Pasal 22 UU No. 23/2004):
Memberikan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban.
Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternative.
Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban.
Pelayanan pekerja sosial sebagaimana tersebut di atas dikukan di rumah milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.
Relawan Pendamping
Bentuk pelayanan yang diberikan oleh relawan pendamping korban kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagi berikut (Pasal 23 UU No. 23/2004):
Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping.
Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara objektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.
Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping.
Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.
Pembimbing Rohani
Pembimbing rohani berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga memberikan pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa.
Advokat
Adovokat dalam meberikan perlindungan dan pelayanan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga berkewajiban untuk (Pasal 25 UU No. 23/2004):
Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi mengenai hak-hak korban dan proses peradilan.
Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya.
Melakukan koordinasi dengan sesame penegak hukum, relawan pendaping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya.
Pengadilan
Ketua pengadilan dalam tenggang waktu tujuh hari sejak diterimanya permohonan untuk perlindungan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut (Pasal 28 UU No. 23/2004).
Permohonan perlindungan dimaksud dapat disampaikan secara lisan maupun tulisan kepada pengadilan negeri setempat melalui panitra, permohonan perlindungan ini dapat disampaikan oleh:
Korban atau keluarga korban.
Teman korban.
Kepolisian.
Relawan pendamping.
Pembimbing rohani.
Terhadap permohonan tersebut pengadilan dapat mempertimbangkan untuk :
Menetapkan suatu kondisi khusus.
Mengubah atau membatalkan suatu kondisi khusus dari perintah perlindungan.
Perintah perilindungan melalui penetapan pengadilan dapat diberikan dalam waktu paling lama satu tahun dan dapat diperpanjang serta dapat menyatakan satu atau lebih tambahan kondisi dalam perintah perlindungan tersebut.