Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana – Pembuktian merupakan salah satu tahapan yang mempunyai peranan penting dalam jalan suatu proses peradilan.
Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana
Terdapat beberapa sistem pembuktian dalam hukum pidana, yaitu:
Sistem Conviction in Time, adalah metode menentukan salah tidaknya terdakwa semata-mata berdasarkan keyakinan hakim.
Sistem Conviction Raisonee, adalah metode dimana keyakinan hakim dibatasi oleh adanya alasan-alasan yang mendukung hal tersebut.
Pembuktian menurut undang-undang secara positif, adalah metode menentukan salah atau tidaknya terdakwa hanya berdasarkan alat bukti yang sah.
Pembuktian menurut undang-undang secara negatif, adalah metode yang menggabungkan secara komprehensif antara keyakinan hakim dengan pembuktian menurut undang-undang secara positf.
Sistem Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
Sistem hukum Indonesia menganut sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif, sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP) yang merupakan alat bukti yang sah yaitu :
Keterangan saksi.
Keterangan ahli.
Bukti surat.
Bukti petunjuk.
Keterangan terdakwa.
Keterangan Saksi
Pengertian keterangan saksi sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka (27) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana adalah, “salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang dia dengar sendiri, dia lihat sendiri dan dia alami sendiri”.
Keterangan Ahli
Keterangan ahli juga merupakan alat bukti yang sah, adapun yang dimaksud dengan keterangan ahli sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka (28) KUHAP adalah keterangan yang diberikan oleh seorang ahli yang mempunyai keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara guna kepentingan pemeriksaan.
Bukti Surat
Terdapat beberapa jenis surat dalam hukum acara pidana, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 187 KUHAP.
Bukti Petunjuk
Disebutkan lebih lanjut dalam tentang pengertian alat bukti petunjuk dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
Keterangan Terdakwa
Mengenai keterangan terdakwa diatur dalam ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, bahwa yang dimaksud dengan keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri.
Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Berkenaan dengan pembuktian dalam hal putusan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf (d) KUHAP adalah, surat putusan pemidanaan hendaknya memuat pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan terdakwa.
Berikutnya pada ketentuan Pasal 197 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa apabila tidak dipenuhinya ketentuan yang tersebut pada ayat (1) maka putusan tersebut batal demi hukum.
Tinggalkan Balasan