Menyoal Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia
5 min readMenyoal Masa Depan Penegakan Hukum di Indonesia – Realitas Penegakan Hukum
Negara Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan penegasan tersebut, hukum harus memainkan peranan yang menentukan atau menjadi sentral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia (Saleh dan Kusumah, 1999: 30-31). Ini juga memberikan konsekuensi bahwa segala kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat harus didasarkan atas hukum (Asshiddiqie, 2011: 57). Hal ini berarti hukum mempunyai kedudukan yang tinggi dan setiap orang baik pemerintah ataupun warga negara harus tunduk terhadap hukum.
Sebagian orang menyadari bahwa ungkapan “Negara Hukum” terkesan ada keraguan. Keraguan tersebut tidak lain karena apakah hukum benar-bener ditegakkan atau tidak. Tulisan ini bukanlah suatu bentuk kepesimisan terhadap realitas penegakan hukum saat ini. Tetapi tulisan ini harapannya menjadi refleksi semangat juang dalam mewujudkan peradilan yang “Agung”. Walaupun kita sering kali menyaksikan ada wilayah “Zona Integritas” di lingkungan sistem peradilan, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan lembaga pemasyarakatan, tetap saja ada celah melakukan perbuatan yang menciderai keadilan. Berbagai tagline Zona Integritas, bebas pungli, wilayah bebas korupsi dan lain segala macamnya ternyata masih hanya sebatas jargon.
Ruang untuk melakukan tindak pidana, sebut saja suap, jual beli pasal dan serangkain perbuatan lainnya kongkalikong dalam dan luar peradilan masih sangat terbuka lebar. Lingkaran setan tersebut masih menganga. Apalagi konteks pengadilan. Harapan setiap para pencari keadilan untuk memperoleh keadilan seadil-adilnya. Namun kenyataannya, keadilan itu masih menjadi fatamorgana. Setelah menyaksikan aparatur peradilan melakukan tindakan transaksional.
Ruang pengadilan yang didesain dan dihaNegara Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum sebagaimana dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa, “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dengan penegasan tersebut, hukum harus memainkan peranan yang menentukan atau menjadi sentral dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia (Saleh dan Kusumah, 1999: 30-31). Ini juga memberikan konsekuensi bahwa segala kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat harus didasarkan atas hukum (Asshiddiqie, 2011: 57). Hal ini berarti hukum mempunyai kedudukan yang tinggi dan setiap orang baik pemerintah ataupun warga negara harus tunduk terhadap hukum.rapkan memberikan putusan keadilan ternyata hanya menjadi panggung sandiwara gagah gagahan oleh para pihak yang terlibat didalamnya. Penulis tidak akan menggunakan istilah oknum. Karena tindakan yang terjadi bukan hanya sekali dua kali. Tetapi telah berulang kali mencoreng wibawa penegakan hukum. Kepada siapa lagi harapan keadilan itu disandarkan?
Dalam lapangan hukum pidana, salah satu yang penting, yakni penegakan hukum. Perilaku Hakim sebagai manusia yang akan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim dalam kaitannya dengan penegakan hukum itu, adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu hukum dan keadilan. Hukum adalah hasrat kehendak untuk atau demi mengabdi kepada keadilan. Apabila hukum atau undang-undang secara sadar, sengaja mengingkari keadilan, maka undang-undang yang demikian itu, telah kehilangan kekuatan berlaku mengikatnya, karena itu pula rakyat tidak wajib mentaatinya. Oleh karenanya para penegak hukum, haruslah memiliki keberanian untuk menolak dan menyangkal dan tidak mengakui sifat hukum dari undang-undang tersebut. Hukum sebuah Living organism, yang daya tahan hidupnya sangat bergantung pada pembaruan dan penyempurnaan (Bakhri, 2010: 6).
Penegak hukum merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Perkataan penegak hukum mempunyai konotasi menegakkan, melaksanakan ketentuan di dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan suatu proses berlangsungnya perwujudan konsep-konsep yang abstrak menjadi kenyataan. Proses penegakan hukum kenyataannya memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri.
Ada beberapa kasus yang menarik perhatian terkait dengan potret suram proses penegakan hukum. Kasus tersebut antara lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Surabaya, Jawa Timur. Dari hasil OTT tersebut, KPK menangkap seorang pengacara, hakim dan satu orang panitera Pengadilan Negeri (PN) Surabaya (CNN, 2022). Kasusnya selanjutnya terkait dengan tindakan Aziz Syamsudin selaku anggota DPR RI yang menyuap mantan penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju. Suap diberikan agar Robin dan Maskur mengupayakan penyelidikan Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Kabupaten Lampung Tengah Tahun Anggaran 2017 oleh KPK dihentikan (CNN, 2022). Kasus diatas tersebut hanya beberapa diantara kasus lainnya yang penulis uraikan. Jika ditelusuri lebih lanjut dari beberapa tahun terakhir masih banyak kasus lainnya terkait dengan potret suram proses penegakan hukum kita.
Sementara terhadap perkara receh alias tindak pidana ringan yang dilakukan oleh masyarakat menengah kebawah dilakukan penegakan hukum tanpa ampun. Lembaga peradilan tetap memainkan peranan penting untuk mengelola segala permasalahan hukum dari setiap warga negara yang mengalami kesulitan dalam mencari keadilan. Walaupun berbagai predikat yang sering disematkan dan dialamatkan kepada lembaga peradilan, tetapi lembaga peradilan tetap diharapkan menjadi sarana bagi para pencari keadilan untuk memperoleh keadilan. Hal tersebut sebagaimana juga yang diungkapkan oleh Satjipto Rahardjo bahwa lembaga peradilan merupakan andalan masyarakat dan bahkan menjadi tumpuan harapan terakhir bagi mereka yang mencari keadilan melalui jalur hukum.
Masalah Penegakan Hukum
Sehubungan dengan masalah penegakan hukum ini, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa masalah pokok dari pada penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut: Faktor hukumnya sendiri, dalam tulisan ini dibatasi pada undang-undangnya saja; Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. Kelima faktor ini saling berkaitan erat, karena hal tersebut merupakan esensi dari penegakan hukum, serta juga merupakan tolok ukur daripada efektivitas hukum itu sendiri (Soekanto, 2014: 6).
Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, idea, cita yang abstrak dan selanjutnya menjadi tujuan hukum. Cita hukum dan tujuan hukum memuat nilai-nilai moral, yakni keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Mengutip pesan Bernardus Maria Taverne ahli hukum dari Belanda yang menyatakan bahwa “Berikan aku hakim, jaksa, polisi, dan advokat yang baik, niscaya aku akan berantas kejahatan meski tanpa undang-undang sekalipun.” Hal tersebut memperlihatkan bahwa dalam proses penegakan hukum, bukan undang-undang yang menentukan, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh manusianya.
Permasalahan bagi masyarakat dalam perkembangannya pada saat ini telah terjadi pergeseran-pergeseran akibat faktor-faktor tertentu yang menyebabkan kurang percayanya masyarakat terhadap hukum dan penegakan menjadikan hukum atau aturan sebagai alasan untuk melakukan tindakan-tindakan ilegal yang menciderai cita dan tujuan hukum tersebut. Maka berangkat dari persoalan di atas, cita hukum akan sulit dicapai jika aktor utama penegakan hukum justru yang menciderai hukum dan penegakan hukum itu. Masih menjadi perjalanan panjang untuk mencapai cita dan tujuan hukum tersebut mengingat potret suram yang dipertontonkan oleh aparat penegak hukum. Sehingga penegakan hukum saat ini menjadi kebutuhan yang mendesak untuk adanya perubahan mendasar dalam rangka mencapai cita hukum dan tujuan hukum yang lebih baik di masa yang akan datang.