POLITIK HUKUM URGENSI PEMBAHARUAN KEBIJAKAN HUKUM KESEHATAN NASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT
6 min readPOLITIK HUKUM URGENSI PEMBAHARUAN KEBIJAKAN HUKUM KESEHATAN NASIONAL DALAM UPAYA PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT – Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Salah satu tonggak kesehatan di Indonesia adalah Deklarasi Jakarta dan Piagam Ottawa. Gagasan pemberdayaan masyarakat merupakan bagian integral dari model promosi kesehatan berbasis masyarakat yang dianggap penting untuk menghasilkan dukungan dan kapasitas masyarakat untuk terlibat kegiatan pencegahan. Disamping itu diperlukan landasan kebijakan pemerintah dengan salah satunya menggunakan hukum sebagai alat untuk merekayasa kehidupan sosial masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi promosi kesehatan yang dilakukan dengan cara mengembangkan dan mengoptimalkan potensi yang ada di masyarakat dengan melibatkan mereka sejak awal program.
Secara ontologis, undang-undang praktik kedokteran sudah tidak relevan lagi dengan undang-undang kesehatan yang baru yang tidak sinkron secara esensi dan substansi. Adanya kadaluarsa akan mengakibatkan ketidakharmonisan secara sistematisasi regulasi. Seperti halnya, problem konsep akan menjadi blunder pada batang tubuh dalam suatu peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Praktik Kedokteran menentukan bahwa sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran/ kedokteran gigi, sedangkan pada Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan sebagai suatu alat/tempat dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan, bentuk upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif dan pihak dalam penyelenggaraan pelayananan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Secara politik hukum, regulasi kesehatan di Indonesia belum cukup memadai dan efektif digunakan sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan Kesehatan baik untuk saat ini maupun di masa depan. Sehingga perlu dilakukan revisi serta pengharmonisasian peraturan perundang-undangan baik secara lokal, nasional, regional maupun internasional dengan tetap menjaga marwah prinsip fundamental, mewujudkan misi peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara paripurna merata, adil, bermanfaat, dan terjangkau serta berkepastian hukum dengan tetap berlandaskan nilai Pancasila.
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian hukum normatif, dengan mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaedah yang berlaku di masyarakat dan mengkaji acuan perilaku setiap orang. (Waluyo, 2008 : 13).
Pentingnya Intergrasi serta Sinkronisasi Kesehatan Berbasis Masyarakat Guna Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum. Landasan idiilnya SKN adalah Pancasila, sedangkan landasan konstitusional, yaitu UUD NRI Tahun 1945. Keterkaitan dan interaksinya, SKN harus mendorong kebijakan dan upaya dari berbagai sistem nasional sehingga berwawasan kesehatan. Subsistem SKN terdiri dari subsistem upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan, pemberdayaan masyarakat yang diatur secara rinci pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, dan keseluruhannya mempunyai peran sebagai upaya kesehatan yang berbasis masyarakat untuk kesehatan masyarakat yang paripurna.
Integrasi kesehatan berbasis masyarakat dengan SKN tidak terlepas dari upaya kesehatan masyarakat yang merupakan setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit oleh pemerintah atau masyarakat dengan salah satunya memberdayakan seluruh elemen masyarakat melalui upaya promosi kesehatan dengan melakukan pendekatan berupa kegiatan program pengabdian, memperjuangkan kepentingan masyarakat di bidang kesehatan, atau melakukan pengawasan sosial terhadap pembangunan kesehatan.
Urgensi Pembaharuan Kebijakan Hukum Kesehatan Nasional
Sejalan dengan prinsip konsep Negara Hukum dalam Pasal 1 angka (3) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan secara tegas bahwa Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum, tentu saja memiliki konsekuensi yuridis yang harus dipertanggungjawabkan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hal ini sejalan dengan pendapat I Dewa Gede Palguna dan Mahfud MD. Urgensi untuk di revisi terkait bidang hukum kesehatan nasional adalah Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Dapat dijelaskan pada BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 12 disebutkan bahwa organisasi profesi adalah IDI (Ikatan Dokter Indonesia) untuk dokter dan persatuan dokter gigi Indonesia untuk dokter gigi. Dalam hal ini tidak dijelaskan di konsideran terkait definisi operasional mengenai “organisasi profesi”. Selanjutnya, Undang-Undang Praktik Kedokteran telah diajukan pengujian berulang kali oleh masyarakat dan Mahkamah Konstitusi mengabulkan 3 perkara dari pengujian yang diajukan tersebut, yakni Putusan Nomor 4/PUU-V/2007, Putusan Nomor 40/PUU-X/2012, dan Putusan Nomor 10/PUUXV/2017. Ketentuan Pasal dan/atau ayat dalam UU Praktik Kedokteran yang mengalami perubahan berdasarkan ketiga Putusan MK tersebut, adalah Pasal 14 ayat (1) huruf a, Pasal 14 ayat (2), Pasal 73 ayat (2), Pasal 75 ayat (1), Pasal 76, Pasal 78, dan Pasal 79 huruf c Undang-Undang Praktik Kedokteran. Konsekuensi hukumnya adalah menghilangkan pidana penjara menghilangkan pidana kurungan, menghilangkan sanksi untuk kewajiban menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu, pengecualian profesi tukang gigi, larangan pengurus IDI untuk duduk dalam keanggotaan KKI (Konsil Kedokteran Indonesia).
Undang-Undang Praktik Kedokteran penting untuk di revisi mengingat kejadian yang menimpa bangsa kita dengan adanya pandemik covid 19, dicermati dalam ketentuan Pasal 35 (1) Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Ketentuan pasal tersebut dapat dicermati bahwasanya sistem pengobatan yang konvensional sudah sangat tidak relevan lagi di era kekinian. Perlu pemutakhiran metode cara pengobatan berbasis tekhnologi. Kebijakan hukum nasional di bidang kesehatan kita belum memiliki pengaturan terkait dengan telemedicine yang berkembang terakhir ini (khususnya adanya pandemik covid 19) mengakibatkan pelaksanaan praktik kedokteran tidak lagi memenuhi ketentuan Pasal 35 Undang-Undang Praktik Kedokteran, seperti Virtual Reality dan Augmented Reality (realitas berimbuh), Robotic (tele surgery), Artificial Intelligence, Health Monitoring Tech, organ atau bagian tubuh buatan.
Selain itu, dalam Undang-Undang Narkotika secara politik hukum mengedepankan pendekatan kesehatan publik dan hukum atau yang dikenal dual approach system. Banyak ditemukan adanya problem konsep definisi operasional serta tidak konsisten, seperti penyalahguna, pecandu narkotika, dan korban. Salah satu contoh, pada Pasal 4 huruf d berbunyi, “undang-undang tentang narkotika bertujuan…menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah guna dan pecandu narkotika,” namun Pasal 54 berbunyi, “pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ”. Pengaturan terkait rehabilitasi atau aspek kesehatan publik yang merupakan salah satu tujuan Undang-Undang Narkotika diatur secara minim, perspektif pemidanaan nampak mendominasi dibandingkan perspektif kesehatan publiknya (perlu kejelasan dan ketegasan regulasi terkait indikator kategori rehabilitasi). Undang-Undang Narkotika beririsan dengan Undang-Undang Cipta Kerja, seperti ketentuan Pasal 11, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 22, Pasal 24, Pasal 26, Pasal 36, Pasal 39 dengan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Cipta Kerja, terkait ijin, kebutuhan farmasi, industri farmasi, dan impor ekspor.
Standar baku regulasi yang berkepastian hukum terkait rehabilitasi kasus penyalahgunaan narkoba urgent untuk dirumuskan. Pentingnya Indonesia menerapkan dekriminalisasi yang lebih progresif, yaitu dekriminalisasi pengguna. Dekriminalisasi pada dasarnya adalah istilah dalam pembentukan Undang-Undang, bentuk kontra dari kriminalisasi. Dalam model dekriminalisasi tersebut, pengguna narkotika (biasanya juga kepemilikan napza dalam jumlah tertentu) tidak lagi menjadi objek hukum pidana.
Politik Hukum Pembaharuan Kebijakan Hukum Kesehatan Nasional
Politik hukum pembaharuan kebijakan hukum kesehatan nasional sangat diperlukan bagi Indonesia. Sebagai ilustrasi, telah dibangunnya Rumah Sakit (RS) Internasional di Bali, tidak lain disebabkan karena masih banyaknya masyarakat Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri karena fasilitasnya yang lengkap (sudah groundbreaking 27/2021). RS ini akan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus RS yang bekerja sama dengan Mayo Clinic dari Amerika Serikat dan akan buka brand praktik yang disediakan 6 lot dalam pengoperasiannya. Pemerintah menginginkan agar masyarakat Indonesia tak lagi jauh-jauh berobat ke luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Jepang, atau Amerika Serikat. Cukup berobat ke RS Internasional Bali dengan fasilitas berkelas internasional. Setiap tahun ada 2 juta orang yang pergi ke luar negeri untuk berobat, sehingga Indonesia kehilangan potensi perputaran uang kurang lebih Rp. 97 triliun. Kehadiran RS Internasional Bali diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke Bali. Mayo Clinic adalah organisasi nirlaba yang berkomitmen pada praktik klinis, pendidikan, dan penelitian, memberikan perawatan ahli dan menyeluruh kepada semua orang yang membutuhkan penyembuhan. Mayo Clinic dikenal luas spesialisasi dalam penanganan sejumlah penyakit, antara lain kanker, kardiologi dan bedah jantung, diabetes dan endokrinologi, gastroenterologi dan bedah gastrointestinal, geriatri, ginekologi, neurologi dan bedah saraf, ortopedi, pulmonologi, serta urologi. Kedepannya diprediksi akan merubah banyak hal dalam sistem kebijakan hukum kesehatan di Indonesia (turning point). Seharusnya kita segera fokus mempersiapkan semua elemen di segala sektor kesehatan untuk menyongsong era baru (baik itu regulasi, kebijakan, nakes, faskes dll).