Perspektif Perlindungan Perubahan Iklim Dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan
5 min readPerspektif Perlindungan Perubahan Iklim Dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan – Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) saat ini telah memasuki babak baru, di mana RUU ini telah memasuki tahap pembahasan di DPR RI. RUU EBET sendiri merupakan usul inisiatif DPR RI yang telah disetujui dalam rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 14 Juni 2022.
Dasar pembentukan RUU EBET dapat dilihat berdasarkan landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis. Secara filosofis, pembentukan RUU EBET merupakan jawaban terhadap tujuan negara mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hal ini sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Selain itu hal ini juga untuk menegaskan bahwa energi baru dan terbarukan sebagai salah satu sumber daya alam strategis merupakan komoditas vital yang menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara dengan pengelolaan yang dilakukan secara optimal guna memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Secara sosiologis, dilatarbelakangi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang berlimpah, termasuk sumber daya energi. Namun demikian pemanfaatan energi yang dimanfaatkan sejauh ini adalah energi yang tidak terbarukan (energi fosil). Saat ini, meskipun memiliki sumber daya energi terbarukan yang berlimpah, Indonesia belum optimal dalam pemanfaatan energi baru terbarukan seperti hidro, panas bumi, angin, surya, kelautan dan biomassa. Sedangkan secara yuridis, saat ini terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai energi baru dan terbarukan. Saat ini pun terdapat regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah terkait energi baru dan terbarukan sering mengalami perubahan sehingga belum dapat menjadi landasan hukum yang kuat dan menjamin kepastian hukum, karena belum diatur secara komprehensif dalam suatu undang-undang.
Tujuan dari penyelenggarakan energi baru dan energi terbarukan (EBET) jika melihat dari RUU EBET terdapat beberapa hal di antaranya adalah menjamin ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi nasional; menjamin efisiensi dan efektifitas tersedianya EBET baik sebagai sumber energi maupun sebagai bahan baku untuk kebutuhan dalam negeri; mengembangkan dan memberi nilai tambah atas sumber daya EBET; dan memberikan kontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim global.
Terkait dengan tujuan mitigasi perubahan iklim, RUU EBET ini sebenarnya untuk mengimplementasikan mandat ratifikasi terhadap Persetujuan Paris sebagaimana telah disahkan melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) atau selanjutnya disebut UU tentang Persetujuan Paris untuk Perubahan Iklim. Dalam Undang-Undang ini Pemerintah Indonesia bersama dengan masyarakat internasional telah mengadopsi Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan persetujuan ini tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat. Melalui Persetujuan Paris ini diharapkan bangsa Indonesia akan mendapat manfaat, di antaranya peningkatan perlindungan wilayah Indonesia yang sangat rentan terhadap perubahan iklim melalui mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dan peningkatan pengakuan atas komitmen nasional dalam menurunkan emisi dari berbagai sektor, pelestarian hutan, peningkatan energi terbarukan, dan peran serta masyarakat lokal dan masyarakat adat dalam pengendalian perubahan iklim yang selama ini diperjuangkan oleh Indonesia.
Terlepas dari hal ini perlu diketahui juga bagaimana perfektif RUU tentang EBET ini terhadap perlindungan perubahan iklim. Hal ini untuk mengetahui semangat dan keberpihakan RUU EBET terhadap perbaikan lingkungan yang pada hakikatnya untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Perspektif perlindungan perubahan iklim dalam RUU EBET ini memang cukup kental dukungannya terhadap upaya perbaikan perubahan iklim global. Hal ini tertuang dalam berbagai aspek. Pertama, perspektif amanat konstitusi. Dalam Pasal 28H UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam konteks ini, Negara memberikan arah dan berkewajiban memastikan agar pembangunan yang dibutuhkan untuk memenuhi kesejahteraan rakyat tetap memperhatikan perlindungan aspek lingkungan dan sosial. Dengan adanya kesadaran akan ancaman dari dampak-dampak negatif perubahan iklim, pengendalian dan penanganan perubahan iklim bukan merupakan suatu beban bagi Negara, namun sudah saatnya menjadi suatu kebutuhan. Dengan demikian komitmen Negara dalam menangani perubahan iklim merupakan agenda nasional.
Kedua, persfektif untuk mengatasi perubahan iklim. RUU EBET ini dibentuk salah satunya untuk pengembangan dan pemanfaatan sumber daya energi baru dan energi terbarukan sebagai upaya dan komitmen Indonesia dalam mengatasi dampak perubahan iklim akibat kenaikan suhu bumi sehingga tercipta energi yang bersih dan ramah lingkungan. Hal ini mengingat Indonesia terletak di wilayah geografis yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Secara umum kenaikan suhu rata-rata di wilayah Indonesia diperkirakan sebesar 0,5-3,92 oC pada tahun 2100 dari kondisi periode tahun 1981-2010. Sedangkan untuk curah hujan, berdasarkan data pengamatan telah terjadi pergeseran bulan basah dan kering. Intensitas curah hujan yang lebih tinggi dan durasi hujan yang lebih pendek terjadi di Sumatera bagian utara dan Kalimantan, sedangkan curah hujan rendah dan durasi hujan lebih panjang terjadi di bagian selatan Jawa dan Bali.
Ketiga, perspektif keberlanjutan dan wawasan lingkungan. Prinsip perlindungan terhadap perubahan iklim dalam RUU tentang EBET salah satunya termaktub dalam asas keberlanjutan dan wawasan lingkungan. Isu berkelanjutan dan wawasan lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya energi akan semakin kuat seiring dengan semakin kuatnya masalah perubahan iklim dan kuatnya dorongan pengelolaan sumber energi dengan kaidah-kaidah yang benar-benar memperhatikan aspek ekologis. Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan diartikan sebagai upaya yang secara terencana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan dan sosio-kultural dalam keseluruhan usaha pengusahaan sumber EBET. Dengan demikian, pengusahaan sumber EBET yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada hakekatnya juga merujuk pada upaya untuk melakukan upaya efisiensi, konservasi sumber daya EBET, dan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) secara lintas generasi. Penegasan asas ini juga memiliki arti yang sangat strategis dalam konteks pemenuhan komitmen internasional Indonesia dalam penurunan GRK dan isu perubahan iklim secara umum.
Keempat, perfektif komitmen Indonesia terhadap Paris Agreement. RUU tentang EBET ini prinsipnya merupakan bentuk komitmen Indonesia dalam menjalankan Paris Agreement khususnya dalam rangka untuk mengurangi pelepasan emisi GRK dengan melakukan pemanfaatan energi yang bersih, terbarukan, dan ramah lingkungan. Oleh karena itu dalam pengaturan RUU EBET ini tentu harus pula memperhatikan serta menyinkronkan dengan langkah-langkah serta komitmen Indonesia yang tertuang dalam Paris Agreement khususnya yang berkenaan mengenai pengembangan dan alih teknologi, pendanaan, kerja sama antarnegara, serta adanya pendekatan kebijakan dan insentif positif yang mendukung target penurunan emisi GRK sehingga komitmen Indonesia untuk hal ini benar-benar dapat terwujud.
Keempat perspektif RUU EBET terhadap perlindungan perubahan iklim ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat serius dalam mengatasi dampak perubahan iklim di dunia, karena hal ini ditandai dengan adanya langkah politik yang konkrit untuk mengatasi salah satu persoalan perubahan iklim yaitu dengan memberikan kontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim global melalui pengaturan EBET dalam suatu produk hukum yang bersifat nasional. Selain itu hal ini juga menunjukkan ambisi yang tinggi dari Pemerintah Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dalam mengimplementasikan Paris Agreement bersama-sama dengan negara-negara di dunia.