12/10/2024

KANTOR HUKUM NENGGALA ALUGORO

Konsultan Hukum Dan Bisnis

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA PEREMPUAN DITINJAU DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI

6 min read

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PADA PEREMPUAN DITINJAU DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI – Kelemahan mendasar dalam penegakan hukum adalah terabaikannya hak korban kejahatan dalam proses penanganan perkara pidana maupun akibat yang harus ditanggung oleh korban kejahatan karena perlindungan hukum terhadap korban kejahatan tidak mendapat pengaturan yang memadai. Hal ini dapat dilihat dalam KUHAP, sedikit sekali pasal-pasal yang membahas tentang korban, pembahasannyapun tidak fokus terhadap eksistensi korban tindak pidana melainkan hanya sebagai warga negara biasa yang mempunyai hak yang sama dengan warga negara lain. Terlihat dengan bermacam-macamnya istilah yang digunakan untuk menunjuk seorang korban.

Korban kejahatan yang pada dasarnya merupakan pihak yang paling menderita dalam suatu tindak pidana, justru tidak memperoleh perlindungan sebanyak yang diberikan oleh undang-undang kepada pelaku kejahatan. Akibatnya, pada saat pelaku kejahatan telah dijatuhi sanksi pidana oleh pengadilan, kondisi korban kejahatan seperti tidak dipedulikan sama sekali. Padahal masalah keadilan dan penghormatan hak asasi manusia tidak hanya berlaku terhadap pelaku kejahatan saja, tetapi juga korban kejahatan (Dikdik et al, 2007: 24).

Korban kejahatan dalam sistem peradilan pidana, menurut Stanciu yang dikutip Siswanto Sunarso (Sunarso, 2015: 42), yang dimaksud dengan korban dalam arti luas adalah orang yang menderita akibat dari ketidakadilan. Stanciu selanjutnya menyatakan, bahwa ada dua sifat yang mendasar (melekat) dari korban tersebut, yaitu suffering (penderitaan) dan injustice (ketidakadilan). Timbulnya korban tidak dapat dipandang sebagai akibat perbuatan yang illegal sebab hukum (legal) sebenarnya juga dapat menimbulkan ketidakadilan selanjutnya menimbulkan korban, seperti korban akibat prosedur hukum.

Kedudukan korban yang tidak mendapat tempat dalam proses peradilan pidana dikarenakan sistem peradilan pidana yang berlaku sekarang menganut keadilan retributif (retributive justice), penyelesaian perkara hanya semata-mata ditujukan untuk menjatuhkan sanksi kepada pelaku kejahatan tanpa mempertimbangkan aspek kerugian yang diderita oleh korban (Davies et.al, 2003: 3-5). Penjatuhan sanksi semata-mata untuk pembalasan terhadap pelaku tanpa memulihkan kerugian yang diderita oleh korban.

Kejadian yang membutuhkan perhatian salah satunya, yakni pada Kekerasan dalam rumah tangga dalam praktiknya sulit diungkap karena beberapa sebab (Ridwan, 2006: 50). Pertama, kekerasan rumah tangga terjadi dalam lingkup kehidupan rumah tangga yang dipahami sebagai urusan yang bersifat privasi, di mana orang lain tidak boleh ikut campur (intervensi). Kedua, pada umumnya korban (istri/anak) adalah pihak yang secara struktural lemah dan mempunyai ketergantungan khususnya secara ekonomi dengan pelaku (suami). Dalam posisi ini, korban pada umumnya selalu mengambil sikap diam atau bahkan menutup-nutupi tindak kekerasan tersebut, karena dengan membuka kasus kekerasan dalam rumah tangga ke publik berarti membuka aib keluarga. Ketiga, kurangnya pengetahuan dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hak-hak hukum yang dimilikinya. Keempat, adanya stigma sosial bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami dipahami oleh masyarakat sebagai hal yang mungkin dianggap wajar jika dilakukan oleh pihak yang memang mempunyai otoritas untuk melakukannya.

Begitu juga dalam penyelesaian kasus kekerasan dalam rumah tangga (selanjutnya disebut KDRT) konsep yang digunakan masih menggunakan retributive justice. Pelaku harus bertanggungjawab secara individu kepada negara tetapi tidak mempertimbangkan kerugian yang diderita oleh korban sehingga korban tidak mendapatkan keadilan yang sebenarnya, malah mungkin akan terjadi viktimisasi sekunder (Wolhuter et al, 2009: 33). Oleh sebab itu, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dibentuk agar dapat memberikan perlindungan hukum terhadap korban KDRT, mengingat sistem hukum yang berlaku sekarang belum menjamin perlindungan terhadap korban KDRT.

Mengenai batasan definisi kekerasan dalam rumah tangga ini dirumuskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Namor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebagai berikut:

Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Dalam perjalannya seringkali Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga yang paling banyak dialami oleh seorang Istri. Hal ini disebabkan oleh adanya kecurigaan yang terlalu berlebih dari seorang Suami kepada Istrinya, sehingga menyebabkan terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga. Selanjutnya Menurut Wolfgang, sebagaimana dikutip oleh Marcus Priyo Gunarto (Gunarto, 2020) bahwa Kekerasan dalam Rumah tangga tergolong kategori Primary victimization karena korban merupakan individual/perorangan bukan kelompok.

Selanjutnya Dilansir dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Pada masa pandemi, terjadi peningkatan kasus KDRT. Data menunjukkan bahwa KDRT menjadi kasus kekerasan yang paling banyak dilaporkan. Dari 319 kasus kekerasan yang dilaporkan, dua pertiga-nya (213 kasus) merupakan kasus KDRT (conversation.com). Senada dengan hal tersebut, survei Komnas Perempuan menunjukkan, dalam masa pandemi, perempuan semakin rentan untuk merasa stres akibat beban kerja yang semakin bertambah. KDRT tetap terjadi, didominasi kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Peluang terjadinya KDRT semakin besar pada rumah tangga dengan pengeluaran yang semakin bertambah. Sebagian korban KDRT memilih tidak melaporkan kasusnya karena berbagai alasan (Susiana, 2020 : 16).

Sebenarnya apa yang perlu dibenahi sehingga walaupun saat ini Indonesia sedang berjuang melawan Pandemi Covid-19 berimplikasi kepada aktifitas sehari-hari kebanyakan dijalankan di dalam rumah, tetapi dapat meminimalisir kejahatan yang ada disekitaran rumah salah satunya adalah Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Dalam Tulisannya Lorraine Wolhuter atas pengutipannya pada tulisan Mawby dan Walklate (Wolhuter et.al, 2009: 7). Mendefinisikan bahwa Viktimologi kritis tidak hanya berfokus pada kenyataan hidup para korban. Tetapi Lebih pada analisis “hubungan rekursif antara agensi dan struktur” diperlukan untuk memahami bagaimana proses sejarah, budaya dan sosial-ekonomi, serta kekuatan negara, mendukung tindakan individu tertentu pada saat-saat tertentu.

Perspektif kritis merupakan perspektif yang berusaha keras untuk menujukan aspek yang bermasalah baik dalam perspektif positivistik maupun perspektif radikal. Perspektif kritis berfokus kepada pengembangan penelitian secara empiris, rasional dan objektif secara ilmiah. Perspektif kritis tidak lagi berfokus kepada keterlibatan korban dalam viktimisasi yang dialaminya, melainkan berfokus kepada korban sebagai subjek yang harus dilindungi dan dipenuhi haknya yang diwujudkan dalam legal framework, public policy, dan services. Hak korban menjadi tanggungjawab negara sehingga harus dipenuhi. Jadi fokus dalam perspektif kritis terkait dengan korban tidak lagi kepada keterlibatan korban melainkan korban merupakan setiap orang yang menderita kerugian disebabkan oleh perbuatan yang melanggar hukum pidana, baik itu oleh individu, korporasi, maupun negara.

Berdasarkan pendapat tersebut bahwa untuk penanganan terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat dilakukan menggunakan Pendekatan Viktimologi Kritis. Sebab, Viktimologi Kritis memberikan perlindungan hukum kepada korban dan memberikan Pemenuhan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh korban. Dalam konteks pandemi Covid-19 terhadap pelaku bisa dilakukan penegakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Khususnya korban dapat dilakukan upaya perlindungan dengan pendekatan Viktimologi Kritis karena melihat budaya, sosial-ekonomi, serta kekuatan negara, mendukung tindakan individu tertentu pada saat-saat tertentu, salah satunya dengan memberikan pemenuhan hak-hak kepada korban.

Saat ini, perspektif yang paling relevan adalah perspektif kritis. Hal ini dikarenakan penekanan terhadap perlindungan hukum dan hak-hak yang harus diperoleh korban baik itu di sistem peradilan pidana dan di masyarakat sebagaimana yang menjadi fokus utama perspektif kritis menjadi lebih penting untuk di akomodasi guna memberikan respon secepat mungkin kepada korban. Penekanan pada sebab musabab dan hubungan antara korban dengan pelaku dalam hal viktimisasi tetap menjadi fokus yang penting, yakni untuk menggali dan memberikan pemahaman terkait viktimisasi yang sering terjadi di masyarakat untuk dijadikan dasar bagi pembuat kebijakan, aparat penegak hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat itu sendiri dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya viktimisasi karena salah satu dari manfaat viktimologi adalah untuk melengkapi sistem hukum pidana dan peradilan pidana serta untuk melakukan usaha pencegahan terjadinya korban melalui perumusan kebijakan yang mengakomodasi kepentingan korban. Selain itu, definisi korban dalam perspektif kritis merupakan definisi yang paling luas dan mampu untuk menjangkau korban yang sebelumnya tidak dapat dijangkau oleh perspektif pendahulunya (Mawby et.al, 2002 : 21). Perspektif yang harus digunakan dalam pelaksanaan kebijakan oleh aparat penegak hukum, dan masyarakat itu sendiri harus menggunakan perspektif kritis karena perspektif kritis lah yang relevan dengan perkembangan zaman saat ini. Pemenuhan perlindungan terhadap korban haruslah diperkuat oleh Negara karena korban merupakan instrument yang penting dalam peristiwa pidana. Korban harus dilindungi secara optimal, agar seseorang apabila menjadi korban atas perbuatan pidana tidak akan segan dalam melaporkannya kepada pihak yang berwajib, demi memperjuangkan keadilannya.

Tinggalkan Balasan

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.