Jenis Perikatan
5 min readJenis Perikatan – Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada Pasal 1233 KUHPerdata disebutkan bahwa perikatan lahir karena persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan yang Lahir Karena Kontrak atau Persetujuan
Kontrak atau persetujuan menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah, “suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”.
Persetujuan atau kontrak atau biasa disebut dengan perjanjian terbagi atas:
Suatu persetujuan cuma-cuma, maksudnya adalah pihak yang satu akan memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima imbalan.
Suatu persetujuan memberatkan, maksudnya adalah suatu persetujuan yang mewajibkan para pihak untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.
Perikatan atau perjanjian dibuat untuk kepentingan diri sendiri, dan dibolehkan untuk menanggung pihak ketiga dengan menjanjikan bahwa pihak ketiga ini akan berbuat sesuatu, tetapi tidak mengurangi tuntutan ganti rugi terhadap penanggung atau orang yang berjanji tersebut, jika pihak ketiga menolak untuk memenuhi perjanjian itu (Pasal 1316 KUHPerdata).
Ilustrasi dari uraian di atas dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut; X adalah seorang pengusaha yang mempunyai modal, mengadakan perjanjian dengan Y selaku pihak pengembang, untuk membangun satu komplek perumahan yang terdiri dari sepuluh unit rumah dengan jangka waktu enam bulan. Kemudian Y menunjuk atau mengajak Z sebagai pimpinan proyek untuk menyelesaikan pembangunan sepuluh unit rumah dalam satu komplek tersebut. Namun setelah proyek berjalan dengan jangka waktu enam bulan tadi, ternyata Z tidak menyelesaikan perkejaannya. Dalam hal ini karena yang mengadakan perjanjian adalah X dan Y, ketika terjadi wanprestasi oleh Z, maka tuntutan ganti kerugian oleh X tersebut menjadi tanggungjawab Y sepenuhnya.
Perikatan atau perjanjian ini dapat juga dibuat untuk pihak ketiga, apabila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau pemberian kepada orang lain, mensyaratkan hal tersebut. Syarat yang diajukan ini tidak boleh ditarik kembali, jika pihak ketiga telah menyatakan akan mempergunakan syarat tersebut. (Pasal 1317 KUHPerdata)
Untuk hal tersebut di atas dapat diilustrasikan juga sebagai berikut; sebagaimana telah di uraiakan dalam contoh di atas, apabila peristiwa X, dan Y mengadakan perjanjian dengan menyertakan Z sebagai syarat dia adalah pimpinan proyek tersebut dan Z akan menyelesaikan pekerjaan untuk membangun komplek perumahan dengan sepuluh unit rumah dalam waktu enam bulan. Setelah Z menyetujui syarat tersebut, jika terjadi wanprestasi oleh Y, maka Z ikut bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.
Menurut Pasal 1318 KUHPerdata bahwa orang dianggap memperoleh sesuatu dengan perjanjian untuk diri sendiri dan untuk ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali dengan tegas ditetapkan atau telah nyata dan sifat persetujuan itu bahwa bukan itu maksudnya.
Dapat dijelaskan maksud dari Pasal 1318 KUHPerdata ini adalah dalam perjanjian atau perikatan yang lahir karena kontrak, dimana isi perjanjian yang menjadi hak dari pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian untuk memperoleh sesuatu, apabila pihak yang dimaksud meninggal dunia, maka hak untuk memperoleh sesuatu itu menjadi hak ahli warisnya, kecuali disebutkan lain dengan jelas dan tegas dalam perjanjian bahwa bukan demikian seharusnya.
Semua perjanjian atau kontrak yang baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan satu tujuan tertentu tunduk pada peraturan umum, khususnya tentang perikatan dan KUHPerdata pada umumnya.
Syarat Sah Perjanjian
Lebih lanjut KUHPerdata juga menyebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya sebuah perjanjian atau persetujuan, yaitu:
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Suatu hal pokok persoalan tertentu.
Suatu hal yang tidak terlarang.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu kesepakatan antara kedua belah pihak yang mempunyai kecakapan mengenai sesuatu hal yang jelas dan tertentu, dimana hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan kecakapan disini adalah para pihak selain dari yang diatur dalam Pasal 1330 KUHPerdata, bahwa orang yang tidak cakap untuk membuat persetujuan atau perjanjian adalah:
Anak yang belum dewasa.
Orang yang di bawah pengampuan.
Perempuan yang telah menikah dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu.
Sesuatu yang jelas dan tertentu maksudnya adalah barang yang dapat diperdagangkan yang ditentukan jenis dan jumlahnya, dan barang tersebut tidak dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, apabila tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dan dilakukan dengan cara melawan hukum, maka perjanjian itu menjadi batal dan tidak sah dengan kata lain tidak mempunyai kekuatan hukum.
Akibat Perjanjian
Konsekuensi dari sebuah perjanjian tentunya adalah akibat atau dampak dari perjanjian itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata bahwa perjanjian atau persetujuan adalah sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. (Pasal 1339 KUHPerdata)
Persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga, persetujuan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam yang yang ditentukan dalam Pasal 1317 KUHPerdata (Pasal 1340 KUHPerdata).
Dari bunyi pasal-pasal mengenai akibat suatu perjanjian dapat ditarik kesimpulan akibat dari perjanjian adalah:
Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pembuatnya.
Perjanjian tidak dapat ditarik kembali, kecuali atas kesepakatan para pembuatnya.
Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Perjanjian mengikat para pihak terhadap isi perjanjian dan segala sesuatu yang menurut sifatnya dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan dan undang-undang.
Perjanjian hanya berlaku terhadap para pihak yang membuatnya dan pihak lain yang memang telah diterima dan disepakati oleh pihak lain tersebut.
Selain hal tersebut di atas kreditur boleh mengajukan keberatan terhadap semua tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh debitur, dimana hal tersebut merugikan kreditur dan hal tersebut memang dapat dibuktikan demikian adanya.
Perjanjian harus menggunakan kata-kata dan kalimat yang jelas, yang mempunyai arti dan makna yang sesuai dengan sifat dari perjanjian itu sendiri.
Perikatan yang Lahir Karena Undang-Undang
Perikatan yang lahir karena undang-undang terbagi atas:
Undang-undang itu sendiri.
Undang-undang atas perbuatan orang, yang terbagi atas:
Perbuatan yang sah menurut hukum (zaakwarneming)
Perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige Daad)
Perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri maksudnya adalah bahwa perikatan itu timbul karena memang undang-undang mengaturnya demikian, contohnya adalah dengan meninggalnya seseorang maka akan timbul kewajiban bagi ahli warisnya untuk memenuhi kewajiban-kewajiban almarhum.
Perbuatan yang Sah Menurut Hukum
Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan orang yang sah menurut hukum maksudnya adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1354 KUHPerdata bahwa, “jika seseorang dengan sukarela tanpa ditugaskan, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa setahu orang itu, maka ia secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan itu, hingga orang yang ia wakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu. Ia harus membebani diri dengan segala sesuatu termasuk yang termasuk urusan itu. Ia juga harus menjalankan segala kewajiban yang harus ia pikul jika ia menerima kekeuasaan yang dinyatakan dengan tegas”.
Perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1354 KUHPerdata ini termasuk perbuatan yang sah menurut hukum, dimana dilakukan secara sukarela untuk mengurus suatu kepentingan orang lain, baik atas perintah ataupun tidak, sampai orang lain itu dapat mengurus sendiri urusannya. Contoh sederhana adalah orang yang membantu merawat binatang peliharaan tetangganya dengan memberi makan dan minum, sehubungan dengan pemilik binatang tersebut sedang keluar kota.
Perbuatan yang Melawan Hukum
Selanjutnya untuk perikatan yang timbul karena perbuatan orang yang melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa, “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”.
Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan-perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah kekuasaannya.
Perbuatan melanggar hukum ini maksudnya tidak hanya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan tetapi juga melanggar kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat yang merugikan orang lain.