07/12/2024

KANTOR HUKUM NENGGALA ALUGORO

Konsultan Hukum Dan Bisnis

Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Ketertiban Dunia

5 min read

Konferensi Asia Afrika (KAA) dan Ketertiban Dunia – Pada tahun 1955, Indonesia menjadi tuan rumah untuk sebuah konferensi penting yang menggoreskan banyak pengaruh dalam tatanan global. KAA menjadi milestone penting karena tiga hal utama yaitu gerakan non-blok, tatanan ekonomi baru, dan sebuah pendekatan baru dalam memaknai Hukum Internasional. KAA sebagai konferensi, yang dianggap sebelah mata oleh kelompok imperialis, ternyata dengan sangat mengejutkan menghadirkan pengaruh pada tiga aspek sekaligus, yaitu politik, ekonomi, dan hukum.

Gerakan non-blok (non allignment movement) menjadi alternatif penting di tengah perebutan pengaruh oleh negara-negara blok barat dan blok timur. Masing-masing anggota blok menanamkan pengaruh di negara-negara wilayah Asia dan Afrika yang dibalut dengan konsep kolonialisme. Indonesia termasuk negara jajahan yang sebelum kemerdekaannya pada tahun 1945 dikuasai oleh Belanda. Saat KAA berlangsung, hampir seluruh peserta konferensi adalah negara baru merdeka, bahkan masih ada yang berstatus aktif memperjuangkan kemerdekaannya. Secara paralel dua kekuatan besar masih terus berebut menanamkan pengaruh di wilayah negara-negara Asia dan Afrika. Untuk merespon keadaan-keadaan tersebut, penyelenggara KAA telah merumuskan gerakan non-blok dan hak menentukan nasib sendiri menjadi bahasan penting selama konferensi. Maka tidak heran, dua sila dari Dasa Sila Bandung menyatakan “abstention from…… particular interests of the big powers dan refraining from acts … against the territorial integrity or political independence….”(Final Communique of The Asian-African Conference, 1955). Dasa Sila Bandung menjadi inspirasi dikumandangkannya gerakan non-blok di Belgrade pada tahun 1961 (Djojonegoro, 2021).

Dalam bidang ekonomi, gerakan negara-negara peserta KAA dapat ditelusuri jejaknya dalam Declaration on the Establishment of a New International Economic Order, (NIEO) 1974. Bersama negara berkembang lainnya, terutama negara-negara kawasan Amerika Selatan, para peserta KAA berjuang untuk membentuk tatatanan ekonomi baru yang lebih adil dan universal, tidak hanya menguntungkan negara-negara besar (big powers). Ini masih erat kaitannya dengan gerakan non-blok sebelumnya. Dalam NIEO, negara-negara berkembang meminta agar negara berkembang adalah peserta aktif dalam geliat ekonomi dunia, tidak lagi sekedar hanya penonton yang mengikuti rules of the big powers, namun dijadikan partner kerjasama yang setara. Sila 9 dan Sila 10 Dasasila Bandung menunjukkan semangat ini (Final Communique of The Asian-African Conference, 1955).

Untuk bidang hukum internasional, KAA adalah tempat awal digodoknya sebuah pendekatan baru yang disebut Third World Approaches to International Law (TWAIL). Kategori dunia ketiga digunakan selaras dengan pemikiran Alfred Sauvy dalam artikelnya yang berjudul Three Worlds, One Planet (Solarz, 2012). TWAIL merupakan cara pikir negara-negara dunia ketiga dalam memaknai Hukum Internasional. Pada saat KAA berlangsung memang belum ada istilah TWAIL digunakan dalam diskusi dan pembicaraan, namun, pencapaian KAA menjadi pemantik para pemikir hukum internasional dari negara-negara berkembang untuk merumuskan sebuah pendekatan baru yang lebih memihak kepentingan dunia ketiga. Dalam banyak publikasi sarjana-sarjana TWAIL, Bandung Conferences selalu disebutkan dan diposisikan sebagai awal diskursus pendekatan TWAIL (Eslava et al., 2017; Pham & Shilliam, 2016). Banyak variasi yang ditemukan dalam pemikiran-pemikiran para sarjana TWAIL namun benang merah yang menyatukan semuanya adalah TWAIL menjadi sarana untuk membuat Hukum Internasional menjadi sungguh-sungguh universal dan tidak hanya dikembangkan berdasarkan pola pikir kelompok negara tertentu. Satu hal penting yang perlu digarisbawahi adalah, saat ini pemikir TWAIL didominasi oleh sarjana dari kawasan Afrika, India, dan para akademisi dan hakim yang bertugas di Amerika Serikat dan Australia. Menjadi perlu diperhatikan, pemikir-pemikir dari Indonesia, sang tuan rumah KAA, belum muncul ke permukaan.

Lalu, bagaimana perkembangan dunia pasca KAA? Apa yang perlu dikerjakan oleh Indonesia sebagai negara yang dulu pernah menjadi tuan rumah sebuah konferensi yang amat berpengaruh di skala global? Semuanya ini dapat kita lihat melalui tiga aspek yang telah diidentifikasi sebelumnya: politik, ekonomi, hukum internasional.

Dalam bidang politik, harus diakui keinginan blok barat untuk dominan di skala global masih tinggi. Asumsi ini harus selalu diingat dengan semangat pemahaman bahwa kolonialisme muncul dalam berbagai bentuk, tidak lagi hanya bentuk konvensional yang menggunakan senjata (Soekarno, 1955; Sukarno, 1960). Sekarang, dominasi negara-negara hadir dalam bentuk penguasaan ekonomi dan ilmu pengetahuan. Hal inilah yang harus diantisipiasi Indonesia dan dulu sudah sering diingatkan Presiden Soekarno dalam berbagai pidatonya.

Berkaitan dengan ini, kita perlu memperhitungkan fenomena BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan). BRICS, yang semakin hari semakin mampu meletakkan pengaruhnya harus dijadikan benchmark bagi Indonesia. Dari aspek ekonomi, BRICS mampu memengaruhi percaturan politik dunia. Sebagaimana dulu Indonesia mampu mempersatukan Asia-Afrika, saat ini Indonesia harus rajin dan jeli membentuk koalisi dan mampu menjadi pimpinan gerbongnya. Rencana pembangunan nasional harus diarahkan pada kedaulatan ekonomi dan pembangunan sumber daya manusia, karena pada akhirnya hanya warga negara Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuanlah yang bisa membawa negara ini ke posisi mandiri.

Bidang ekonomi, Indonesia harus semakin tangguh menjadi penguasa sumber daya alamnya dan pemerintah harus mengelola sumber daya alam yang dikuasainya itu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini semua sejalan dengan perjuangan kita, bersama negara berkembang lainnya, yang telah dikristalkan dalam Resolusi NIEO. Negara dunia ketiga harus diposisikan sebagai penguasa raw material yang merupakan sumber daya alamnya. Republik Rakyat Tiongkok sudah lebih dulu menghentak dengan inisiatif China’s Belt and Road Initiative (BRI) nya.

BRICS dengan segala pengaruhnya kini semakin berhasil mengguncang kedigdayaan dollar karena semakin hari semakin berhasil mengajak banyak negara berkembang untuk menggunakan mata uang alternatif selain dollar.  Indonesia mampu menumbuhkan pengaruh seperti ini, apalagi kita telah berhasil menyelenggarakan konferensi G20 lengkap dengan G20 Bali’s Leader Declaration. Sebagaimana semangat KAA, Indonesia tidak boleh berhenti dalam euphoria keberhasilan menjadi tuan rumah G20 namun harus mampu menjadi negara yang ikut memimpin penerapan deklarasi G20 dengan baik. Mari ingat kembali bagian akhir pidato Presiden Soekarno saat membuka KAA di tahun 1955 yaitu “…It is for us to give it strength, to give it the power of inspiration-to spread its message all over the World.”

Sejalan dengan itu, dalam bidang hukum global, Indonesia punya kesempatan untuk memengaruhi perkembangan hukum internasional dengan sebanyak mungkin menggunakan pendekatan TWAIL dalam memperjuangkan kepentingannya dalam pengadilan internasional maupun arbitrase internasional. Jika selama ini Indonesia telah menunjukkan kontribusinya dalam perumusan soft law untuk Hukum Internasional, maka perjuangan melalui forum pengadilan dan arbitrase internasional adalah perjuangan di aspek hard law (Lubis, 2022), karena putusan pengadilan internasional adalah salah satu sumber Hukum Internasional. Sejauh ini, hasil pemikiran sarjana TWAIL selalu ditentang oleh blok barat sebagai soft law yang tidak mengikat (Eslava et al., 2017), maka kontribusi melalui putusan pengadilan internasional akan memberi dampak yang berbeda. Disinilah peran para akademisi hukum sangat diperlukan. Pendekatan TWAIL harus selalu dipromosikan dalam kurikulum pembelajaran Hukum Internasional, karya ilmiah yang ditulis dan dipublikasikan, serta pendapat hukum yang dihasilkan. Dengan cara ini, perkembangan pemikiran TWAIL akan turut diwarnai pemikiran para pemikir Indonesia, negara tuan rumah KAA.

Tinggalkan Balasan

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.