Pemeriksaan Tingkat Banding pada Perkara Tindak Pidana

Pemeriksaan Tingkat Banding pada Perkara Tindak Pidana – Pemeriksaan tingkat banding termasuk kepada upaya hukum biasa yang dilakukan setelah adanya putusan pengadilan pada tingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding sebagaimana dibunyi dalam Pasal 67 KUHAP, dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum (Pasal 233 ayat (1) KUHAP).

Tahapan Pemeriksaan Perkara Pidana Tingkat Banding

Tata cara dan tahapan pemeriksaan tingkat banding pada perkara pidana, yaitu :

Permintaan pemeriksaan banding diajukan tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir (dalam satu perkara terdapat lebih dari satu orang terdakwa). (Pasal 233 ayat (2) KUHAP).

Apabila jangka waktu permintaan banding melewati tujuh hari, maka yang bersangkutan dianggap menerima putusan (Pasal 234 ayat (1) KUHAP), dan panitera mencatat dan membuat akta mengenai hal itu serta melekatkan akta tersebut pada berkas perkara (Pasal 234 ayat (2) KUHAP).

Panitera yang menerima pengajuan pemeriksaan banding membuat surat keterangan yang ditandatangani olehnya dan pemohon, serta tembusannya diberikan kepada pemohon yang bersangkutan (Pasal 233 ayat (3) KUHAP).

Dalam hal pemohon tidak dapat menghadap, maka panitera harus mencatat alasannya dan dilampirkan dalam berkas perkara serta ditulis dalam daftar perkara pidana (Pasal 233 ayat (4) KUHAP).

Pengadilan negeri yang menerima permintaan banding, baik oleh terdakwa atau penuntut umum, atau diajukan secara bersamaan oleh terdakwa dan penuntut umum, maka panitera wajib memberitahukan permintaan banding tersebut dari satu pihak kepada pihak lainnya (Pasal 233 ayat (5) KUHAP).

Selama perkara banding belum diputus oleh pengadilan tinggi, permintaan banding dapat dicabut sewaktu-waktu, dengan ketentuan setelahnya tidak dapat diajukan lagi (Pasal 235 ayat (1) KUHAP), dan apabila perkara banding sudah mulai diperiksa kemudian pemohon mencabut permintaan bandingnya, maka pemohon dibebani biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh pengadilan tinggi sampai pada saat pencabutannya (Pasal 235 ayat (2) KUHAP).

Panitera paling lambat empat belas hari sejak permintaan banding diajukan, sudah mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri dan berkas perkara serta surat bukti kepada pengadilan tinggi (Pasal 236 ayat (1) KUHAP).

Pemohon banding diberikan kesempatan untuk mempelajari berkas perkara tersebut di pengadilan negeri selama tujuh hari sebelum berkas perkara dikirimkan kepada pengadilan tinggi (Pasal 236 ayat (2) KUHAP), dan apabila dinyatakan secara tertulis oleh pemohon banding bahwa berkas perkara tersebut akan dipelajari di pengadilan tinggi, pemohon banding wajib diberi kesempatan untuk hal itu selama tujuh hari setelah berkas perkara diterima oleh pengadilan tinggi (Pasal 236 ayat (3) KUHAP).

Setiap pemohon banding diberikan kesempatan sewaktu-waktu untuk meneliti keaslian berkas perkaranya yang sudah ada di pengadilan tinggi (Pasal 236 ayat (4) KUHAP).

Selama pengadilan tinggi belum mulai memeriksa perkara banding, baik terdakwa atau kuasanya maupun penuntut umum dapat menyerahkan memori banding atau kontra memori banding kepada pengadilan tinggi (pasal 237 KUHAP).

Pemeriksaan dalam tingkat banding dilakukan paling sedikit oleh tiga orang hakim berdasarkan pada berkas perkara yang diterima dari pengadilan negeri yang terdiri dari :

Berita acara pemeriksaan dari penyidik.

Berita acara pemeriksaan di sidang pengadilan negeri

Semua surat yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara tersebut.

Putusan pengadilan negeri. (Pasal 238 ayat (1) KUHAP).

Wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilan tinggi sejak diajukannya permintaan banding (Pasal 238 ayat (2) KUHAP) .

Dalam waktu tiga hari sejak menerima berkas perkara banding dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi wajib memperlajarinya untuk menetapkan apakah terdakwa perlu tetap ditahan atau tidak, baik karena wewenang jabatannya atau atas permintaan terdakwa (Pasal 238 ayat (3) KUHAP).

Jika dipandang perlu pengadilan tinggi mendengar sendiri keterangan terdakwa atau saksi atau penuntut umum dengan menjelaskan secara singkat dalam surat panggilan kepada mereka tentang apa yang ingin diketahuinya (Pasal 238 ayat (4) KUHAP).

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara banding begitu juga paniteranya tidak boleh ada benturan kepentingan (conflict of interest) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 220 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) KUHAP (Pasal 239 KUHAP).

Jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa dalam pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, maka pengadilan tinggi dengan suatu keputusan dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki hal itu atau pengadilan tinggi melakukannya sendiri (Pasal 240 ayat (1) KUHAP). Dan jika diperlukan pengadilan tinggi dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan pengadilan tinggi dijatuhkan (Pasal 240 ayat (2) KUHAP).

Setelah semua hal sebagaimana dimaksud dalam ketentuan di atas dipertimbangkan dan dilaksanakan, pengadilan tinggi memutuskan, menguatkan atau mengubah atau dalam hal membatalkan putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi mengadakan putusan sendiri (Pasal 241 ayat (1) KUHAP).

Dalam hal pembatalan tersebut terjadi atas putusan pengadilan negeri karena ia tidak berwenang memeriksa perkara itu, maka berlaku ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 148 KUHAP (Pasal 241 ayat (2) KUHAP), yaitu :

Menyerahkan surat pelimpahan perkara tersebut kepada pengadilan negeri lain yang dianggap berwenang mengadili dengan surat penetapan yang memuat alasannya.

Surat pelimpahan perkara tersebut diserahkan kembali kepada penuntut umum selanjutnya kejaksaan negeri yang bersangkutan menyampaikannya kepada kejaksaan negeri di tempat pengadilan negeri yang tercantum dalam surat penempatan.

Turunan surat penetapan disampaikan kepada terdakwa atau penasihat hukum dan penyidik.

Jika dalam pemeriksaan tingkat banding terdakwa yang dipidana itu ada dalam tahanan, maka pengadilan tinggi dalam putusannya memerintahkan supaya terdakwa perlu tetap ditahan atau dibebaskan (Pasal 242 KUHAP).

Surat salinan putusan pengadilan tinggi beserta berka perkara dalam waktu tujuh hari setelah putusan tersebut dijatuhkan, dikirim kepada pengadilan negeri yang memutus pada tingkat pertama, setelah isi surat putusan dicatat dalam buku register segera diberitahukan kepada terdakwa dan penuntut umum oleh panitera pengadilan negeri dan selanjutnya surat pemberitahuan tersebut dicatat dalam salinan surat putusan pengadilan tinggi (Pasal 243 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP).

Keputusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 KUHAP berlaku juga bagi putusan pengadilan tinggi (Pasal 243 ayat (3).

Dalam hal terdakwa bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri tersebut, panitera minta bantuan kepada panitera pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat itnggal untuk memberitahukan isi surat putusan itu kepadanya (Pasal 243 ayat (4) KUHAP).

Dalam hal tidak diketahui tempat tinggalnya atau bertempat tinggal di luar negeri, maka isi surat putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (2) disampaikan melalui kepala desa atau pejabat perwakilan Republik Indonesia, dimana terdakwa biasa berdiam dan apabila masih belum juga berhasil disampaikan, terdakwa dipanggil dua kali berturt-turut melalui dua buah surat kabar yang terbut dalam daerah hukum pengadilan negeri itu sendiri atau daerah yang berdekatan dengan daerah itu (Pasal 243 ayat (5) KUHAP).

Tahapan banding sebagaimana tersebut di atas diuraikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Categories:

Tinggalkan Balasan